Naskah: Budi Wahyono
TOKOH:
Jaikun: Penjual nomor buntut yang berpengalaman sekitar setengah abad. Kerja pocokan kenet tukang batu. Jujur, merasa tidak nyaman bekerja apa pun selain menjual nomor buntut.
Para Tetangga (Sali, Kasiran, Sono Tronjol, Bandot): Para pelanggan nomor yang tidak mau berhenti berjudi nomor
Petugas: Satpam kampung sebelah, pensiunan polisi, berpengalaman, pemberani, tegas. Umur 60-an tahun. Tidak pilih kasih dalam menangani siapa yang perlu diamankan,
ADEGAN 1
LAYAR TERBUKA TERANG. MEMAPARKAN SILUET DERETAN GEDUNG TUA BERSEJARAH BERSELANG-SELING DENGAN HOTEL-HOTEL YANG MENJAMUR DI KOTA SEMARANG. BERULANG, SEKALI LAGI SEHINGGA FOKUS PENONTON MERASA TERENDAP. SAAT DEMIKIAN, SINAR MENYOROT (BRIGHT LIGHT) PADA SOSOK LELAKI ENAM PULUH TAHUNAN YANG SUNTUK MERAMAL ANGKA -ANGKA NOMOR BUNTUT DI MEJA. JIDAT PENUH KERUTAN UMUR.
LELAKI ITU BERNAMA JAIKUN, MENGENAKAN KAOS ABU-ABU SISA KAMPANYE PEMILU YANG KEHANGATANNYA MASIH HARUS DISYUKURI.
SESEKALI DIA MENYEDOT ROKOK DAN MERASA MENDAPAT KEPUASAN BATIN MANAKALA MENGHEMBUSKAN KEPULAN NYAMAN. SEJARAH MASA SILAM KEPENGIN TERULANG. DULU, JIKA KAKEKNYA BERBUAT SEMACAM ITU, ANAK-ANAK TETANGGA DAN CUCUNYA INGIN BEREBUT. SUARA JANGKRIK DI LUAR HALAMAN MENEBARKAN IRAMA NGELANGUT.
Sali: (Duduk di kursi) Nomor yang lagi viral berapa Mas? (karyawan Tata Usaha sebuah sekolah yang seolah menjadi pelanggan tetap mendadak bertanya).
Jaikun: Ya relatif ta Mas, nanti kalau meleset kamu tidak percaya saya lagi (senyam-senyum memancing rasa penasaran).
Sali: Itu yang saya herankan.. Kalau yang bertanya orang lain, jawabanmu sering jitu. Sebaiknya kalau yang bertanya aku, kok banyak melesetnya. Mau bilang sering berjodoh kok tidak tega. Mau beralih ke mana, wong satu-satunya pengecer nomor legendaris di kampung kita ya cuma Mas Jaikun… (pujinya sungguh-sungguh. Jaikun menelan ludah. Tidak menyangka akan mendapat respon semacam itu).
Jaikun: Lha iya itu, (jawaban pintas ini dirasa sudah memenuhi hasrat Sali. Lelaki yang sebentar lagi akan punya cucu itu juga merasa heran. Wong mau punya cucu seharusnya semakin dikuatkan dalam helaan doanya, kok malah ngluyur ke tempat jualan nasib).
Jaikun: Ini hobi yang sulit dicegah, oleh siapa pun! (batinnya serasa meletup. Percakapan klasik terhenti. Kasiran, lelaki banyak mulut yang sering jitu menebak nomor ikut nimbrung. Tanpa tedeng aling-aling dia setengah sesumbar).
Kasiran: Tadi malam aku mimpi. (datar).
Sali: Bermimpi yang analog atau kebalikan. Sok ilmiah, Sampeyan. (Kasiran terkekeh).
Kasiran:Tetapi kan sering menembus. Ilmu Matematikanya memang begitu, mau bagaimana lagi? (pancingnya membuat Jaikun ikut terkekeh).
Jaikun: Mimpi apa lagi. Baru kali ini aku punya kawan yang produktif bermimpi. Entah bagaimana cara bercocok tanam dan memupuknya kok mimpi bisa seolah terus bertaburan (bergurau. Sali dan Kasiran saling pandang. Seolah ingin menebak arah percakapan Jaikun yang terkadang membuahkan hasil).
Jaikun: Mimpi apa? (kurang sabar. Kasiran memandang kawan bicaranya dan menjawab)
Kasaran: Mimpi melihat Pak Lurah dan Pak Camat sedang adu mulut.
Jaikun: Bertengkar? (hampir kurang percaya).
Kasiran: Iyalah, mosok berpelukan kayak anak-anak?
Jaikun: Coba lengkapi mimpimu. Setelah bertengkar itu keduanya berpisah lantaran ada orang masuk…atau justru berdamai? (minta penjelasan. Dua orang penggemar nomor buntut nyelonong datang. Nimbrung belajar, siapa tahu berubah menjadi jutawan lewat nomor.)
Sono Tronjol: Aku bisa menafsir itu (Sono Tronjol yang sepekan ini tidak percaya pada buku “Tarsir Seribu Mimpi”, lebih tergoda dengan seperangkat pikirannya).
SAHUTAN BERSAMA: Apa coba, tafsiranmu Kang (Mereka menatap mulut Sono Tronjol dengan mimik sempurna).
Sono Tronjol: Lurah dan Jabatan itu sama-sama berebut kekuasaan.
Kasiran: Ya (mendahului serentak, meresponnya). Jabatan itu disimbolkan memiliki makna angka empat (tuturnya bagaikan presentasi di sebuah diklat).
Sali: Kalau begitu empat dan empat ya Kang. Bisa jadi yang keluar nanti malam angka empat-empat. (Sambil mengernyitkan jidat mereka berebut menunggu tafsir berikutnya).
Sono Tronjol: Pasang saja seratus atau lima puluh. Katimbang nanti kecewa. (bujukan penuh keyakinan. Tetapi tafsiran yang diolah Sono Tronjol perlu dijadikan bandingan.
Jaikun: Kalau mereka berdua rukun, bisa jadi akan keluar angka 44. (terkesan matematis). Sebaliknya kalau ternyata keduanya berpisah, pasti ada yang memisahkannya. Kalau yang memisahkan satu orang, ya sangat mungkin akan keluar angka 414, karena yang misah satu orang. Disimbolkan angka satu. (sambil menuding).
Sali: Kalau yang memisah dua orang, berarti berpotensi akan keluar angka 424 ( timbrung Sali terkesan asal nebak saja).
Kasiran: Kalau yang memisah banyak orang bagaimana? Semisal semua simpatisan alias pendukungnya? (nyelonong sekenanya, sepertinya ingat partai. Maklum dia dulu konon juga penjual nomor buntut Togel. Hanya karena diganjar penyakit insomnia, beberapa penyakit lantas merambati tubuhnya. Seorang dokter yang berdomisi satu RT dan mengusung Tag Gratis untuk Tetangga menyarankan agar Sali tidak jualan nomor lagi).
Kasiran: Kalau beli boleh ya Pak? (terkekeh sendiri dengan pertanyaan yang ditujukan kepada dokter baik hati itu. Namun dia lupa, apa jawaban Pak Dokter ketika tersebut).
Jaikun: Kalau yang memisah banyak orang, berarti kamu harus membeli sepuluh nomer. Belum nomer cadangan yang kadang lebih menggoda.
Sali: Ya, membeli sepuluh nomer, tiga angka. Dari 414, 424 sampai 404. Wah, tidak efisien ta Mas. Pemborosan!”
Sono Tronjol: Kalau mau sedikit ngirit, ya nomor 444 tidak usah dibeli. Sepanjang sejarah belum pernah keluar.
Bandot: Ide yang cemerlang. Masuk Mas Sono. Karena danaku terbatas, aku hanya ambil yang tengahnya ganjil! Angka tengah empat memang nggak masuk nomine.
MENGAYUN CEPLAS-CEPLOS SAJA. SEMUA TERKEKEH. PARA PEMASANG NOMOR DIAM-DIAM BERDATANGN. ADA YANG IKUT MENDENGARKAN DISKUSI PERNOMORAN, ADA YANG SAMA SEKALI TIDAK MENGGUBRIS LANTARAN PENGALAMAN YANG SUDAH-SUDAH, TAKUT TERPENGARUH. KALAU TIDAK TERPENGARUH, SEHARUSNYA NEMBUS DENGAN NOMOR PILIHAN SENDIRI. TETAPI BISA BERUBAH MELESET KARENA PENGARUH ORANG LAIN. JIKA INI TERJADI BISA DIPASTIKAN AKAN BANJIR MAKIAN. KATA-KATA PRODUK KEBUN BINATANG AKAN KELUAR.
PARA PEMBURU NOMOR BUNTUT TERNYATA TIDAK SEBATAS KAUM PRIA. KAUM WANITA SECARA DIAM-DIAM JUGA NIMBRUNG IKUT AMBIL BAGIAN. MAKA PARA SUAMI YANG KEBETULAN MEMBERI JATAH MASAK DAGING, BISA-BISA BERGESER LAUK DAGING TETELAN. BAHKAN BERGESER JAUH MENJADI TAHU, TEMPE SAMPAI IKAN TERI. SEBUAH KONDISI YANG HARUS BERSAMA DIMAKLUMI.
HAMPIR PUKUL DUA PULUH SATU, BANDOT YANG PUNYA HOBI MIMPI MENDADAK DATANG. BANYAK YANG KEMUDIAN MEMPERHATIKAN.
Bandot: Wahai juru tafsir mimpi. Aku semalam, pukul dua WIB juga mimpi. Mimpi unik. Selama lima puluh tahun terakhir, baru kali ini aku mimpi kursi!” (kata kursi yang ditekankan membuat yang mendengar kaget.)
Kasiran: Wouw! KeYen.
Bandot: Kok keYen, keren dong,. (timpal Bandot mencoba membetulkan. Orang-orang kembali terkekeh. Sebuah gambaran hidup orang marjinal yang harus dinikmati bersama).
Jaikun: Eh, maaf menyela. Kursi menjalin, kursi plastik apa kursi anak TK? ( Semua yang terlibat diskusi terbelalak).
Bandot: Pokoknya kursi. Kakinya empat. Sori Mas Jaidun, jangan digiring dengan plesetan kaki kambing untuk sup atawa kaki gajah nama penyakit. Sampeyan harus sadar, waktu merambat. Sudah mulai merekap belum?! (sembari melongok jam dinding yang menempel di tembok depannya).
Semua orang terkekeh. Termasuk Jaikun yang segera menyuruh anak sulungnya mengambil peran. Tidak ada rasa sungkan sedikit pun bagi Larasati untuk menolak. Yang penting bapak dapat duwit, buat bayar sekolah!
Jaikun: Wah, angka empat kebetulan sudah lama tidak jadi main di ekor (sambar Jaidun tidak mau kalah. Baru saja dia membuka lembaran daftar angka yang pernah keluar. Hatinya tambah berdebar. Orang-orang semakin mantap dan kalap untuk memasang angka empat di bagian ekor. Gurauan yang kembali mencemaskan, jangan-jangan viral angka empat sudah disiarkan ke banyak tempat. Siapa tahu nanti malam kalau betul-betul keluar angka berbuntut empat , bandarnya bisa jebol?).
MALAM MERAMBAT. MAKIN JAUH, SEMAKIN SAYUP, SEMAKIN SEPI KEADAAN KAMPUNG. DI LUAR PAGAR WARNA GELAP MENCEGAT. LANTARAN KEGESITAN DAN KEBIASAAN, JAIKUN SUDAH PAMITAN PADA PARA PENUNGGU NOMOR UNTUK MENYETORKAN REKAPAN. KARENA JARAKNYA DEKAT, SETENGAH JAM LAGI PASTI KEMBALI. JIKA KEMBALI, SATU FORUM DISKUSI PERKARA PERBUNTUTAN AKAN SEMAKIN SEMARAK. TERLEBIH JAIKUN RELA MEROGOH KANTONG UNTUK SEKADAR MEMBELI GORENGAN SEBAGAI PENGHANGAT PERCAKAPAN.
JAM TERUS MERAMBAT. BATAS PENYETORAN REKAP TINGGAL DALAM HITUNGAN MENIT. JAIKUN MASIH MERABA JIDATNYA YANG BERLAPIS KERUTAN, SEMAKIN TERPAKU DIA PADA RATUSAN ANGKA YANG TERHAMPAR RAPI DI HADAPANNYA. TINGGAL MENGGENAPI ANGKA-ANGKA YANG AKAN DIBELI PENGGEMAR FANATIKNYA, SEMUA TERHAMPAR DI MEJA, TERMASUK BEBERAPA ALAT TULIS. SESEKALI MATANYA MELIRIK KIRI-KANAN. SETIDAKNYA PADA DUA TAMU YANG TERLALU ASYIK MENGHITUNG TEBAKAN ANGKA YANG AKAN KELUAR. SETELAH KEDUANYA BERTEMPUR PIKIRAN KETIKA MENGANALISIS KERTAS RAMALAN.
ADEGAN 2
TATKALA MATANYA MELIRIK SESEORANG YANG BARU DATANG DARI ARAH DEPAN, MENDADAK. BULU KUDUKNYA LANGSING MENEGANG PENUH KETAKUTAN. JAIKUN PAHAM BETUL SIAPA YANG BARU DATANG,
JANTUNGNYA BERDEBAR TAK KARUAN MANAKALA DISADARI YANG DATANG TERNYATA SEORANG INTEL YANG DUA BULAN LALU SEMPAT KETEMU DI BURSA NOMOR TEMPAT PARA AGEN MENYETORKAN REKAPAN.
Jaikun: Di sini ketemu lagi. (batinnya) Kok sampai tahu rumahku? Padahal rumahku bukan rumah pinggir jalan raya. Tidak lebih ini hutan yang harus aku jaga. (mengiyakan). Setelah hutan ditebas, ditanami beragam kebutuhan hidup, aku rasa tidak lebih sebagai kepala desa,
Petugas: Selamat malam. Sampeyan masih menjual monor juga?
Jaikun: Seperti yang Sampeyan lihat. Perangkatnya kan komplet. Mampu menunjukkan loyalitas. Ya, loyalitas yang luar biasa.
Petugas: Loyalitas pada siapa?
Jaikun: Pada juragan. Mosok pada yang lain (sinis), keenakan ta Pak?
Petugas: Kok loyal, berapa terima gaji?
Jaikun: Sebulan sekali Pak
Petugas: Maksudnya jumlah rielnya! (setengah mangkel)
Jaikun: Boleh Pak, saya buka rahasia?!
Petugas: Boleh, jawab saja.
Jaikun: Baiklah, ikut-ikut musim UMR Kota Pak. Itu gaji pokok. Tetapi karena peminat nomor di sini jumlahnya banya, lebih dari lima puluhan orang, pasti kami dibonusi. (Sembari memerhatikan lawan bicara, merespon apa tidak). Respon terhitung cepat. Dengan mimik kurang tega, petugas berbicara.
Petugas: Fokus saja Pak. Tugas kami memang berat. Apalagi menyangkut kelangsungan hidup bangsa. Kalau Sampeyan dan kawan-kawan kutangkap, istri dan anak tidak bisa makan. Tidak bisa sekolah. Apa tidak kasihan?! Terlebih ini termasuk penyakit masyarakat yang meresahkan, kami juga salah satu korban keresahan. Ada yang main foya-foya ketika menang nembus nomer. Ada yang mengurangi jatah belanja untuk istri ternyata untuk jatah beli nomer. Terakhir ada anak terlambat bayar uang sekolah, gegara uangnya belok untuk membeli nomor buntut.
Jaikun: Iya Pak, saya paham. Di sini juga sering ada pelajar yang keranjingan membeli nomor.
Petugas: Nah, Sampeyan sudah sadar kan? (Merasa mendapat peluang).
Jaikun: Betul Pak. Maaf, jadi Bapak itu seorang petugas keamanan? Sepertinya kita pernah ketemu di agen dekat stasiun, ya Pak. Kupikir Bapak juga jualan nomer. (petugas tertohok).
Petugas: Nah, kalau sudah jelas, kami akan memberi toleransi.
Jaikun: Bebas, Pak?! (sembari mengangkat alis)
Petugas: Bebasnya nanti. Sekarang dikemas dulu semua perangkat haram ini. Bapak pamitan istri dan anak. Bapak ikut saya ke kantor. Akan ada pemeriksaan.
Jaikun: Lho, lha terus temen-teman yang sudah membeli nomor buntut bagaimana? Belum lagi kalau ada yang nembus. Dan ternyata rekap belum saya setorkan, mosok saya nombok Pak? (gugup bercampur bingung).
Petugas: Kan kantor kami sudah mengingatkan ta Pak, meskipun yang datang ke sini berbeda-beda orangnya.
Jaikun: Ya Pak (merunduk. Menuruti kemauan intel untuk dimintai keterangan di kantor. Semua penggemar nomor buntut yang menunggu memaklumi kejadian sewajarnya itu. Toh tidak hanya sekali dua kali Jaikuin berurusan dengan petugas.
SETENGAH JAM KEMUDIAN SEPERTI ADA KEAJAIBAN YANG MENDADAK SONTAK MENYERGAP. KETIKA PARA PENDENGAR BUNTUT DITERKAM KEGELISAHAN, MENDADAK SONTAK HP MEREKA SERENTAK BERBUNYI. SERENTAK PULA MEREKA MENEPIS KANTONG CELANA MASING-MASING. MENARIK HP MENERAWANG LAYAR PONSEL.
Kasiran: Pak RT
Bandot: Iya, dari Pak RT
Sali: Betul, dari Pak RT. Yang keluar angka 444. (Sempoyongan bersama para pengagum nomr buntut itu). Wah yang nembus hanya Kang Sono Tronjol ini!
Kasiran: Jangan-jangan judi online. (masih berharap ada ralat)
Sali: Judi sungguhan! Manual! (marahnya meledak).
Sono Tronjol: Oh ya! (Melongo. Luapan emosi sepertinya sudah tidak bisa ditahan, menjerit keras. Mendadak Bandot menendang bangku saking jengkelnya. Begitu juga Sali, menendang kursi. Tak ketinggalan Kasiran, ikut mengamuk. Hanya Sono Tronjol yang bertahan dalam kebingungan!).
PELAN-PELAN LAYAR DITUTUP.
_______________________________
Budi Wahyono
Penulis kelahiran Wonogiri, Jawa Tengah. Menulis cerpen, puisi, kolom, esai, resensi, cerpen, puisi dan teks drama. Menulis juga dalam medium bahasa Jawa. Tulisannya tersebar di Harian Kompas, Republika, Suara Karya, Merdeka, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Solopos, Kartika, Wawasan, majalah Horison, Trubus, Humor, Keluarga, Djaka Lodang, Panjebar Semangat, Jaya Baya, sejumlah antologi dan sejumlah media online. Buku tunggalnya yang telah terbit: “Tak Ada Sejengkal Tanah untuk Sajadah” (kumpulan cerpen), “Segar Keringat Melimpah Berkah”, “Musim Salju di Wonogirimu” (kumpulan puisi). “Mung Remukan Gorengan”, “Kelingan Gaplek” (kumpulan geguritan, Puisi Jawa), “Asune Mabur Menyang Wuwungan” (kumpulan cerkak/cerpen berbahasa Jawa, nomine hadiah Sastra Rancage 2023). Naskah dramanya berjudul ‘Warisan Koruptor’ masuk dalam buku “Dari Tempurung ke Sunan Panggung”_35 Lakon Karya Penulis Jawa Tengah (diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Balai Bahasa Jawa Tengah, 2018). “Hikmah Tenung untuk Guru Kimung” (Majalah Kandaga, Desember 2024, terbitan Balai Bahasa Provinsi Banten).