“Raung Silago” Teater Lentera, Angkat Isu Ekologi

INIIBUBUDI – Jaring-jaring terbuat dari kain perca tergantung di sisi kanan, kiri, dan tengah panggung. Layar putih berukuran cukup besar yang terbuat dari kantong plastik tergantung tepat di tengah panggung. Kostum dan aksesori yang dikenakan para aktor dibuat dari berbagai jenis sampah. Ada sampah plastik, kertas, juga karet.

Nama-nama tokoh pun tidak lazimnya nama manusia, melainkan nama-nama penghuni laut. Itu seperti Silago (Sillago sihama: rejung), Jambrong, Terumbu Karang, juga Chelon (Chelonia mydas: penyu hijau).

Menurut siaran pers yang diterima Iniibubudi, lewat lakon “Raung Silago”, kelompok Teater Lentera Jepara mengajak penonton untuk menjaga kelestarian alam bawah laut dari sampah. Juga dari aktivitas eksplorasi seperti tambang pasir, menangkap ikan dengan jaring terlarang, dan peledak yang dapat merusak habitat dan ekosistem laut.

Penulis naskah sekaligus sutradara pementasan, Maseko BS, menyampaikan bukan tanpa dasar dan alasan mengangkat isu permasalahan ekologi. Dari apa yang dilihatnya langsung dengan mata kepalanya sendiri, juga berita yang bersliweran, permasalahan sampah pantai dan aktivitas tambang pasir laut kerap menimbulkan masalah.

“Seperti di Jepara sendiri kalau musim angin barat, sampah di sepanjang pantai luar biasa banyaknya. Juga di hari-hari biasa, sampah dari laut juga banyak. Kemudian aktivitas tambang pasir laut juga menimbulkan masalah di masyarakat. Dari penelitian sederhana itu, kemudian kami berdiskusi dengan masyarakat, dosen perikanan kelautan, maka lahirlah “Raung Silago”. Teman-teman Lentera juga ada terlibat dalam diskusi,” jelas Maseko BS sebelum menggelar pertunjukan “Raung Silago” di gedung Dekranasda Kabupaten Banjarnegara, Sabtu, 31 Mei 2025.

Judul “Raung Silago” terilhami dari pengalaman awak Teater Lentera yang gemar memancing ikan. Sebelum wilayah pantai ramai aktivitas manusia, memancing ikan Rejung atau Sillago Sihama tidak perlu sampai ke tengah laut, cukup di tepi pantai. Tapi kini, habitat ikan-ikan pasir seperti Rejung telah bergeser ke tengah laut.

“Kalau semakin ke tengah, ancamannya tidak hanya aktivitas manusia tapi juga jadi makanan ikan-ikan besar. Makanya lewat lakon ini kami ingin mengajak penonton untuk bersama-sama menjaga kebersihan laut dan pantai juga menjaga ekosistem bawah laut. Kalau pun menangkap ikan, ya menggunakan alat-alat yang ramah lingkungan dan sesuai peruntukannya. Dan sebetulnya itu semua kan sudah diatur dengan aturan, tapi sering kali aturan itu ya tinggal aturan tertulis saja,” terang Maseko.

Lakon Raung Silago ditampilkan di tiga kota di Jawa Tengah. Pertunjukan berdurasi 90 menit itu, pertama dipentaskan di Sanggar Pakerti Kabupaten Batang. Kemudian bekerjasama dengan Teater SS Unnes disajikan di aula Kelurahan Sekaran Gunungpati, Kota Semarang. Lalu, pementasan dengan pendekatan karikatural itu dipentaskan terakhir di gedung Dekranasda Kabupaten Banjarnegara.

Pimpinan produksi pementasan, Rhobi Shani, menyampaikan bahwa pementasan kaliling kali ini merupakan yang pertama bagi kelompok teater yang anggotanya didominasi para pekerja itu. Kota Semarang dan Kabupaten Batang dipilih lantaran sama seperti Kabupaten Jepara, yaitu selain memiliki kawasan pegunungan juga memiliki kawasan pesisir. Sementara, Kabupaten Banjarnegara dipilih lantaran tak memiliki wilayah pantai. Itu lantaran sampah yang ada di laut maupun pantai sumbernya juga dari dataran tinggi.

“Sampah yang ada di pantai sebetulnya kan tidak hanya dari masyarakat pesisir, tapi juga dari wilayah-wilayah atas. Itu sebabnya, menjaga kebersihan pantai dan laut tidak hanya tanggung jawab masyarakat pesisir, tapi kita semua,” ungkap Rhobi.

Selain kampanye isu ekologi, pentas keliling kali ini untuk meningkatkan keaktoran para personil Teater Lentera Jepara. Itu sebabnya, setiap kali pementasan usai dilangsungkan diskusi dengan menghadirkan sejumlah pembedah. Itu seperti Adhitia Armitrianto – Ketua Dewan Kesenian Kota Semarang, Alfianto teaterawan, dan Kustam Erey Kristiawan – Ketua Dewan Kesenian Jepara.

“Memang kami minta untuk dievaluasi sehingga teman-teman mendapat banyak masukan mulai dari keaktorannya sampai dengan penggarapan. Dan itu menjadi modal teman-teman untuk terus berlatih dan berkarya,” kata Rhobi.

Rhobi menambahkan, pentas keliling kali ini didukung sepenuhnya Bakti Budaya Djarum Foundation. Juga kelompok-kelompok teater di kota-kota tujuan seperti kelompok Teater Jaten Kabupaten Batang, Teater SS Unnes, Teater Bara Kabupaten Banjarnegara, dan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Banjarnegara. [aj]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *