Catena

Puisi-puisi: Asa Jatmiko

BAKAR KAMAR

Dia mesti berkabar tentang dunianya yang hancur
Kepada sepi yang melekat di tembok yang menjamur
Sebab lembab, dan matahari yang selalu menghindar
Memilin jalinan kenangan dalam perca tak beraturan
Kemudian digantung-gantungkan pada paku karatan
Dari sana dilihatnya api, membuat matanya menyala
Membakar kembali setiap apa yang telah ia mulai
Menangis lagi, mengutuk lagi, untuk dibakarnya lagi.

Kudus, Februari 2025




KUDA-KUDA DARI PERUT

Kuda-kuda yang berlari ke arahmu, menembus perutmu
Mencari rumput yang masih liar nan segar, seperti pintamu
Biar lincah dan bergairah, biar lebih liar bernalar
Kamu boleh lupa makan, tak boleh lupa minum obat

Kuda-kuda berlarian dari dalam perutmu, dipicu ragu
Lincah dan gairahnya tak terkendali, liarnya menggila
Mulut mereka berbusa-busa, berbahasa tanpa rasa
Kamu telah lupa makan, minum obat pun kebanyakan

Kudus, Februari 2025





GUMPAL KELAM

Kucumbui sakitmu, yang pelan menjalar
Kuciumi sebagai bingkisan-bingkisan Natal
“aku orang asing di tanah kelahiran,” matamu
Udara menggumpal kelam di aorta
Asap dari perang yang tak kunjung usai
Antara tanah, gagasan dan bengal; bertikai

Lanskap kemarin di bintik hujan harapan
Terperangkap di kaca jendela kamar
“bukankah mawar itu telah mekar?” mataku
Mereka telah menjalani peziarahan panjang
Tak ada jalan pulang, kecuali lanjut pergi
Akan kau akui, hanya aku yang tetap di sini

Kudus, Februari 2025




MANTYASIH

Senja angin kembara berhenti di sini

membawakan sekeping matahari

menjumpai sedulur dan para kerabat

gunung dan rumput, juga batubatu candi


dan sekeping matahari

adalah sebidang mimpi dan harapan

yang tak akan pernah dijual kepada siapapun

adalah tatanan sosial penuh kekadangan

yang telah meraja sebelum Sanjaya

yang telah berdenyut sejak Jawa mula-mula



Paman, kita telah melihat dunia berubah

pemikiran dan pengetahuan berkembang

apakah tyas juga akan ikut berubah?



Kotakota membakar dirinya hingga abu

tetapi apakah kita harus ikut terbakar,

atau malah ikut jadi bahan bakar?



Paman, di sini kita bertaruh jaman

Mantyasih di puncak kegentingan.


Matahari sebentar lagi sunyi

masuk ke dalam pertapaan

manekung kepada Hyang Agung

kemuliaan gununggunung

kebesaran jiwajiwa tumelung tyas



Maka bunga rumputan tampak permata

angin menjelma sabda

pepohonan berkelindan berkawin mantra

kita semua akan terpekur:

semua yang abadi, adalah keagunganNya

ialah puja-puji kepadaNya,
ramai berkarya, sunyi pamrih

semua yang abadi, adalah keagunganNya

ialah iman yang berakar padas

wajah yang memancar sejuk oleh keindahan tyas. 



Hong wilaheng maha cinta

Hidup dan mati kita sebab keagunganNya

Mantyasih, nafas kehidupan penuh welas asih. 




Gedong Sanga, 2022-2024





AGNI PRAJNAPARAMITA

bumi
di sudut sunyi
pijar sukma
jari-jemarinya doa
agni prajna paramita
terlukis cahaya

selembar hidup, terang tanpa cela
hamparan putih nan sederhana
yang merangkum keluasan semesta
sebagaimana awalnya kamu ada
jiwamu jagat kecil yang sempurna

namamu adalah legenda
puncak peradaban atas kehidupanmu
menulis urup menjadi urip

titik demi titik dalam gairah cinta
menjadikan urip yang urup
garis demi garis merangkai kisah
aku tahu, tentu hidup tak semudah kita bicara
gelegak kehendak yang terendam
dalam canting tembaga
harus selaras dengan arah cinta dan kerinduan
melukis keindahan sebagai cahaya penuh warna
hati dan kebajikan meneduhkan matamu
mengarahkan jari-jemarimu di setiap goresan

aku tahu, perjalanan hidup selalu tak sempurna
namun kita selalu berusaha menjangkau adi kodrati
hingga elok nan indah lembaran hidup dan kisah
yang tergelar di selembar kain mori
kehidupan awal yang sekaligus akan mengakhiri

ada pertikaian hati, ada rasa pahit yang harus dialami
ada nglowong, isen, ada mopok
ada saat kita memperbaiki diri, introspeksi
ada ngecos, mengakui kelemahan dan kesalahan
sebagai selembar kain mori kehidupan
manusia mesti menempuh ribuan kelok dan rintang
semua akan mencapai surga dengan pertobatan

batik adalah perjalanan hidup itu sendiri
proses hidup kita mencapai keindahan sunyi
aromamu harum menjulang ke angkasa
dunia mengakuinya
monumen budaya yang sarat makna

bumi
di sudut sunyi
pijar sukma
jari-jemarinya doa
agni prajna paramita
jadilah cahaya.


kudus, 2019-2024




TUAH TAMPAH

•\tyas
cahaya di akarakar bambu pekarangan
batangbatangnya yang menari, memercikan biru
memilin hingga langit
di antara bintangbintang alit

ia, terbang mendekat, melesat meninggalkan gelap
berputarputar di atas bumi yang kamu diami
tua gurat tangan, menganyam tampahmu.
keruh mata, memandang lemah. menutup wajah.
seberkas cahaya itu sosok laksana cahaya.

semenjak itu kelahiran cahaya, merobek selaput gelap.
kecil. manther. pijar.
bunyibunyi yang turut membayi.
mereka sosoknya. meraba wujudnya.

kegelapan tercabik, laksana prahara.
riak-riak gelombang telaga menepi.
menepi. menuju batas sunyi.
permukaannya merentangkan diam
tanpa gerak, menyimpan gerak.
sunyi dan hening kembali berkuasa.

cahaya dan suara melindap senyap.
sunyi tyas, bertumbuh gadis remaja.
matanya telaga. rambutnya meliuk hutan cemara.
buah dadanya gunung kembar perkasa.


\jagat
di batang induk randu tyas terperosok
lingkar hidup, lingkaran pembatas.
ia onggok bayi, yang merupa utuh.
di atas tampah, rasa dan empat sudut menggila.
bergerak di ranah tampah, empunya.
meraih, melonjak, melindung, menghibur
di ranah tampah, terbuai ayunan sudutsudut.

tetumbuhan mendedah ke dalam.
mengacu pada kedalaman.
hidup, serumit perjalanan munuju kedalaman.
tapi kematian, semudah pucuk tunas menjangkau api.
kerapuhan mewabah mudah.
tyas lemah atas tampah.
empat kerabat, asing sekaligus dekat


\hilang
empat kerabat mengepungnya
kidung agung kejayaan jiwa masa lalu
gunung dan samudra yang akrab
langit yang dekat
dan sang guru sejati
yang selalu ada di dalam hatinya.

di sini semua tergelar.
kamu dapat melihat semua yang tergelar itu.
sekaligus menjadi bagian di dalamnya.
di sini semua tumbuh untuk kemudian rapuh.
semua terlahir untuk kemudian mati, di sini.
di tengahtengahnya hidup menjalar
ke seluruh sudut dan sisi yang diingini.

jika tuhan adalah sesuatu dari mana kamu berasal,
maka ia adalah tanah air.
jika tuhan adalah sesuatu dari mana kamu ada,
maka ia adalah sang pencipta.
jika tuhan adalah sesuatu dari mana kamu hidup,
maka ia adalah sang sumber hidup.

kehidupan kita bukanlah kehidupan ekslusif.
kehidupan kita bukanlah kehidupan yang egois.
kehidupan kita juga bukanlah kehidupan
yang bisa memilih apa yang kita sukai saja.
hidup ini adalah pernyataan sikap: menerima segala.
menjadi kehidupan dalam kehidupan itu sendiri.
terimalah segalanya dengan segenap sukacita.

Tyas, jangan bawa tampah sembarangan
aduuh, gawat. bisa kuwalat.
duuh, akan ada apa lagi ini.
menjumpai orang-orang lapar
ia merasa lapar
perutnya membuncit, ia berjalan mengangkang.
mengandung dan melahirkan anak
ritual yang tak diinginkannya semenjak mula
dan di ujung malam, bayinya lenyap.
padam bagai senthir yang ditiup.
bunyi-bunyi entah, mendesing di udara.


\milah
gelap. dan matahari lindap ke bawah semaksemak.
orangorang lamat bergerak, lambat.
lingkaranlingkaran azali yang selama ini dilupakannya.
coreng-moreng rupa dan warna.
tyas gila, ngungun di puncak dampar derita.

orangorang mengambil mikrophon, remote control,
laptop, bermacam telepon genggam, lalu para plastik.
orangorang menampi itu semua.
orangorang memilih dan memilah
sebagai sedarah satu tanah air: tempat pembuangan akhir.
sayup tampah ditabuh
imaji magi. angan kahyangan.
serakan airmata ke tirta kahuripan.


\langgeng
suara sang sabda telah menjelma
terhampar dan tergelar sebagai bukti cintanya
dalam satu rentang ruang dan waktu
malam yang berembun hingga siang yang berbatu
pagi yang bercahaya hingga sore mengantar gulita

dimana kita tumbuh, tanah air yang mengasuh
dimana kita menjauh, tetap di dalam peluk dan rengkuh
dimana cahaya, cahaya, cahaya adalah sumber suaka
dimana suara, suara, suara adalah sumber sabda

remangremang sang tyas menimang rasa
harum seharum sang tyas mekarkan rasa
hingga saat itu tiba, tak ada lagi tangis nestapa
hanya hening wening dalam pelukan rasa sejati
di tanah ini, semua akan kembali.



Kudus, 2016-2024




DES

datanglah lagi kemari, sudut café yang senyap
yang kau sebut damai memapahmu lunglai
jejak kaki keledai, beludru biru dan telapak tangan badai
lepuh dibantai setahun pukulan tak terperi
datanglah lagi kemari, sofa gigitan tikus-tikus
sebab kita tak pernah bisa sesempurna malam ini
bintang dan langit adalah dingin yang hangat
dimana kau dan aku saling dekap

Kudus, 2023




DI ATAS HALUAN CAKRANAWA

Di atas haluan berdua saja kita berdiri
Memandang ombak laut, timbul tenggelam
Menyimpan dendam yang memagut maut
Kulihat sepasang matamu meredup
Seperti matahari yang sebentar lagi terbenam
Kita akan segera sampai di pelabuhan

Kasur dan bantal di kamarmu telah menunggu
Ah, namun rupanya kita mulai terbiasa di sini
Melihatmu selalu terjaga dan sibuk bekerja
Sunyi dan rindu itu, menguap ke udara
Dan aku semakin akrab dengan keringatmu

Kita akan segera sampai di perhentian
Dimana harus berpura-pura kuat
untuk mengucapkan selamat tinggal.

Di atas haluan, dimana berdua saja kita berdiri
Cakrawala membentang ketakpastian
Badai bisa saja tiba-tiba mengoyak buritan
Atau merobek lambung kapal
dan menghempaskan semua bekal
Dan kita terombang-ambing tanpa tambatan
Tanpa nahkoda, dan tanpa masa depan

Sayang, jika aku bisa dan boleh meminta
Aku pasti memintamu untuk tetap di sini
Namun jika pun kita harus berpisah
Biarlah kapal melaju melayari seluruh lautan
Melanjutkan kemurnian nawacita
Nahkoda yang mempertaruhkan jiwa raganya
untuk keselamatan seluruh rakyatnya.

Kudus, 29 Juli 2023




SURAT CINTA UNTUK SAUDARA TUA

Kau terlebih dulu ada
sebagai saudara tua yang setia
Kau terlebih dulu berada di sini
siang malam diam-diam menanti
hingga bunga-bungamu bermekaran
menjadi buah-buah yang ranum
dan tersaji pada saatnya nanti

”Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda,
segala jenis tumbuhtumbuhan yang berbiji,
dan segala jenis pohon-pohon
yang menghasilkan buah yang berbiji.”

Kau terlebih dulu bangun dan beranjak ke dapur
membuka katup-katup klorofil, sepagi itu tungku-tungku menyala
”Aku tidak ingin melewatkan peristiwa-peristiwa penting,
saat nanti berjumpa denganmu,
saat kamu berkisah tentang perjalananmu yang melelahkan,
saat aku mendengar kemenangan-kemenanganmu.”

Ah, aku tidaklah sehebat yang kau sangka
hidupku melata, selalu di bawah dan tak berjarak dengan tanah,
terperosok dalam gelap sejak tahuntahun pertama,
tapi kau baik luar biasa,
tetap menerimaku sebagai saudara
kau menyuapi bibirku yang kering,
hingga aku pulas tanpa berterimakasih.

”Tanah itu menumbuhkan tunas-tunas muda,
segala jenis tumbuhtumbuhan yang berbiji,
dan segala jenis pohon-pohon
yang menghasilkan buah yang berbiji.”

Diam-diam kau isi bekalku berkarung rezeki,
kau siapkan setiap pagi,
setiap aku di sini,
setiap aku hendak pergi,
setiap hari.
”Ingat, ya, jangan lupa berbagi,
seperti yang aku lakukan padamu,
lakukan juga kepada sesamamu.”

Kau bahkan terlebih dulu ada
bukan untuk memenangkan segala perkara,
tetapi untuk melestarikan warisan cinta,
Bertumbuh dan berbahagialah senantiasa
Kau saudara yang paling paham suka duka.

Kudus, 20 November 2022




AKU BERTANYA

aku bertanya kepada makanan
dan yang menjawab hanya mie instan
aku bertanya kepada jalanan
yang menjawab barisan motor matik
aku bertanya kepada rembulan
yang menjawab suara jangkerik notifikasi pesan
aku bertanya kepada sejarah
buru-buru dijawab semua
oleh google yang kau sebut simbah
aku bertanya kepadamu
dan kamu diam
yang bicara hanya emoji dan emoticon
aku bertanya tentang kemerdekaan
tapi tak jadi
aku kuatir jika sungguh
tak ada jawaban yang pasti.

Kudus, 27 Agustus 2022




KOPI PANDAN

dia menjauh tak terjangkau sauh
hilang di tengah siang seusai kita senang
senyap gelap kosong kemudian
di kaca masih bayangan sebelum lenyap
dia sendirian sepertimu sehelaian
hidup merambati pembuluh darah sunyi

pandan sehelai kopi hitam teras setaman
aroma pagi cita-cita yang dibangkitkan
di luar itu berjejalan kaki-kaki keserakahan
kalau kita mengungsi bukan karena berlari
dia telah ada menanti di tungku suci
bakaran dosa atas siksa tanggungan diri

Kudus, akhir 2023




PANGGUNG HUJAN

suara riuh sumbang sambang pintu malam
anak itu memanjat sunyi hujan, matanya
menggamit cahaya berkawin suluk mantra

selongsong rapuh dari waktu yang angkuh
membungkus memori untuk seolah ampuh
bungkusan hasil curian yang akhirnya dijual

beringsut dari situ, hujan runcing mematuk
batu-batu panggung becek gagah abu-abu
mengelabui mata yang tersenyum diam

Kudus, akhir 2023




LIRIS LIRIH

selalu saja kau larang aku menciummu
telapak tangan berdekapan cumbui degub

lihatlah, domba terjerat di semak-semak
langit telah hitam tinta perjanjian Kau aku
bakal terhapus lebatnya krisan dan mawar
memenuhi maya mata, “kita abadi dalam
petualangan dan kenangan.”

dengarlah, bintang timur di usia ketujuh
sebentar lagi berlabuh di tepi harapan
begitu sulitkah menyalakan saklar neon
nyalak anjing dari speaker kecemasan
kita menua, “dalam sembahyang beku.”

Kudus, akhir 2023





CATENA

tak putus bersatu mendaraskan ngilu
mengubah ragu jadi kokoh tugu, anggun
dari kejauhan bersinar memandu nelayan
kau meloncat-loncat dari tebing ke tebing
nahkoda angin yang kerap ubah haluan
namun tak putus, pagar doa lebih baja
lalu nanti, fajar mawar Bunda memancar
“telah diinjaknya kepala ular purba.”

Kudus, akhir 2023




CALEG MUDA

“kalau kau bicara kebaikannya, maka dia
belumlah begitu, sebab mata air tak pernah
membicarakan kejernihannya.”
semesta berkabung saat pesta dimulai
orang-orang bertransaksi, menggadai otak
menjaminkan kepalanya kepada para jagal
semua ini tak menyuburkan nuranimu, Nak

“kalau ini bukan dirimu, pulanglah
begitulah petani seusai tanam, istri dan kopi
juga sedikit janji untuk harapan esok pagi.”
semesta bernyanyi saat dirimu kembali
tidur nyenyak tanpa sorak, dan janji kecil
akan digenapi hujan dan matahari

Kudus, akhir 2023





PAMFLET KRETEK

Kita telah mendengar bunyi kemretek
Dari batang demi batang rokok kretek kita
Di telinga. Berabad-abad lamanya
Dan kita masih tak berdaya untuk lantang bersuara

Ratusan ribu hektar ladang tembakau digusur
Diganti lamtoro, ketela, jagung dan sayur-mayur
Atas nama swasembada pangan dan kemakmuran

Sementara harga-harga sembako semakin tinggi
Tembakau yang berakar di tanah para petani
Dibiarkan terlantar dan mati
Karena harus menanam apa yang mereka tidak mengerti

Bagi para petani, tembakau bagai anaknya sendiri
Dimana mereka menghendaki lahir dan hidupnya
Dimana mereka susui dengan kasih sayang
Dimana mereka paling memahami
bagaimana menjaga mandat dan warisan moyang tetap lestari

Kita telah mendengar bunyi kemretek
Dari batang demi batang rokok kretek kita
Dalam setiap perbincangan dan malam sunyi
Setiap ingat wajah kekasih yang tengah berjuang
Tapi kita masih tak berdaya untuk lantang berkata

Lihatlah mereka yang dulu menjajah
Datang dan memperebutkan kita demi rempah
Kini mereka juga sama
Datang dan memperebutkan kita
Atas nama kesehatan
Atas nama etika
Atas nama agama
Atas nama perlindungan anak
Kita tahu ujungnya, kedaulatan bangsa

Kita telah mendengar bunyi kemretek
Dari batang demi batang rokok kretek kita
Di telinga. Berabad-abad lamanya
Dan kita masih tak berdaya untuk lantang bersuara


Kudus, 3 Oktober, 2019


RAMADAN

hilal hingga hilal
purnama nuzul
di hati terdalam

2025