TEATER SANDILARA
🎭 Lakon: Erang
📆 Minggu, 21 September 2025
📍 Rumah Khalwat Balai Budaya Rejosari, Dawe, Kudus
💶 Klik TIKET ERANG atau flyer pertunjukan, untuk pemesanan tiket.
Iniibubudi-Solo, TEATER SANDILARA sebuah kelompok teater dari Solo, akan melahirkan karya setelah dikandungnya berbulan-bulan. Setelah berkali-kali memberontak dalam rahim, akhirnya proses mereka segera mendekati hari yang dijanjikan. Pentas ini akan menampilkan naskah Erang yang ditulis dan sutradarai oleh Idham Ardi Nurcahyo. Dimainkan di dua kota, pentas ini memilih Kudus dan Surakarta sebagai titik hentinya. Di Kudus, pentas ini akan dihelat di Rumah Khalwat Balai Budaya Rejorasi (RKBBR) pada tanggal 21 September 2025. Kemudian, di Solo, pentas ini akan dilangsungkan di Teater Arena TBJT pada tanggal 5 Oktober 2025.









Naskah Erang dipilih Teater Sandilara sebagai respons atas gejolak sosial dan personal mereka pada tahun yang kelabu ini. Naskah ini menceritakan tokoh Mijah dan Tarjo; pasangan suami istri yang sedang menunggu hari kelahiran anak pertamanya. Namun, sialnya, mereka terancam tak dapat melihat anaknya tumbuh dengan baik karena kondisi negara yang tengah dalam situasi “darurat perang”. Sialnya lagi, negara telah resmi melarang orang miskin, seperti Mijah dan Tarjo, untuk memiliki anak. Negara berpendapat bahwa angka kemiskinan yang tinggi hanya akan meningkatkan beban-beban negara.
Dari gambaran naskah ini, kita tahu bahwa seperti biasa orang miskin dianggap sebagai biang dari segala masalah negara. Di sisi lain, kondisi miskin sebetulnya bukanlah sosok “sebab”, miskin adalah “akibat” dari ketimpangan yang terus dilanggengkan. Namun, keadaan semacam itu tak membuat lutut Mijah dan Tarjo gemetar, mereka tetap ingin melahirkan anaknya dengan cara yang baik. Bahwa tugas manusia adalah menjalankan amanah untuk bertahan hidup.
Untuk mengartikulasikan naskah ini, sutradara memilih bentuk pementasan kolosal disertai musikal pada beberapa bagian. Ini menjadi daya tawar baru yang diusahakan Teater Sandilara untuk merespons jamaknya isu bangsa kita akhir-akhir ini. Untuk mendukung bentuk kolosal tersebut, Sandilara mengerahkan banyak aktor demi mengartikulasikan naskah Erang. Adalah Mijah yang diperankan oleh Elsa Febiyana, sedangkan Sigit Pratama akan memerankan tokoh Tarjo. Deretan nama pemain lain yang akan menyemarakkan pentas ini adalah Aksa Amreta, Awan, Dea Cantika, Dyah Ayu Larasati, Evia Liana, Fitri Handayani, Hasan Al Bana, Mi. Naim, M. Irfanudin, dan Setia Bela Adi. Kemudian, untuk mendukung suasana, barisan penata musiknya digawangi oleh Anggun Losyita, Dwian Sasmaka, dan Irfan Adi N. Suasana berupa penataan artistik dan cahaya dipercayakan kepada Fuad Prayoga dan Abram Atmaja. Elemen-elemen spektakel yang mereka suguhkan akan membersamai jalan Mijah dan Tarjo menuju akhir cerita. Bagaimanapun, Mijah dan Tarjo harus mengakhiri kisahnya dengan usaha sebaik-baiknya.
Lalu bagaimana langkah Mijah dan Tarjo? Apakah mereka menemukan solusi dari situasi yang serba mengekang ini? Apakah sutradara berbaik hati juga akan menawarkan solusi? Atau jangan-jangan solusi itu justru datang dari pihak penonton? Oleh karenanya, bagi penonton yang berkenan membantu Mijah dan Tarjo untuk menemukan solusi, Teater Sandilara masih membuka kuota tiket untuk kawan-kawan.
Pemesanan tiket untuk pertunjukan di Kudus, bisa dilakukan dengan menghubungi nomor 0858-6460-1847 atau klik TIKET ERANG (ada di atas). Di Solo, pemesanan tiket bisa dilakukan melalui melalui nomor 0851-2992-4924. Sampai jumpa, jangan biarkan Mijah dan Tarjo menderita. Jangan biarkan penderitaan Mijah dan Tarjo menjelma kita.
Ada beberapa hal yang membuat kita sepakat bahwa Mijah dan Tarjo adalah kita. Pertama, Mijah dan Tarjo berada pada latar waktu, tempat, dan suasana yang mencekam. Situasi mencekam itu serupa dengan kita yang di antarai tingginya angka kekerasan aparat. Kedua, sesuai dengan judul naskahnya, Erang, Mijah dan Tarjo pada beberapa kali terpaksa mengerang untuk meluapkan kesakitan-kesakitan mereka. Erangan ini selayaknya kita yang harus selalu berisik terkait isu-isu negara demi memberi tempat pada kesakitan kita sekaligus sebagai sarana agar telinga penguasa bising. Ketiga, kemiripan Mijah dan Tarjo dengan kita terletak pada pilihan mereka untuk tetap bertahan dan berjalan walau situasi di depan tak pernah menjanjikan. Menimbang situasi yang demikian, kita dapat meyakini kutipan dari lagu Efek Rumah Kaca, “Dan dalam rentetan kekalahan bertahanlah sedikit lebih lama,” (ERK feat. Morgue Vanguard dalam lagu “Bersemi Sekebun”). (ian)