Realitas Mimpi-mimpi

Esai: Asa Jatmiko

HARI INI (28/10) para peserta Festival Teater Pelajar (FTP) XIV – Teater Djarum Awards tahun 2024 mulai masuk babak penyisihan. Dan akan berlangsung sampai 5 November 2024. Ruang pertunjukan teater pelajar di Kudus pelan-pelan menjelma sebuah ruang penuh warna yang dalam, menyuarakan suara-suara permenungan. Ruang pertunjukan mulai menjelma dunia yang menjangkau lebih luas dari dunia, kehidupan yang berkeriapan dari bumi ke langit, dari lorong gelap ke inti-inti cahaya.


Selama babak penyisihan, para sutradara mengajak para aktor menjelajah kehidupan dengan cara yang baru sekaligus mendalam, dalam perspektif optimisme melihat realitas.Tiba-tiba kita telah berada di sebuah ruang antah-berantah, namun kita merasa tak asing di sana. Lantas kita menjadi tokoh sentral yang dipenuhi segala keinginannya. Dan di waktu yang lain, dipenuhi juga dengan seluruh kecemasan. Kita bisa menjangkau bintang dan memetiknya dengan mudahnya, lalu di waktu yang nyaris bersamaan kita terperosok ke jurang tanpa dasar nan gelap.


Begitulah manusia hidup; memiliki daya untuk melangkahkan kaki, sekaligus memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Menyeberangi sungai dan berbasah-basah, senyampang itu pula manusia mampu menyeberang ke masa depan.


Teater yang mengajarkan kita untuk melakoni setiap prosesnya dengan baik, meniscayakan kita untuk mampu menentukan pilihan-pilihan bijak. Tidak hanya sekedar pilihan pragmatis dan menguntungkan, tetapi juga pilihan yang bijak dan menyokong harmoni kehidupan.FTP XIV tetap meneruskan misi dasar penyelenggaraannya sejak awal, yakni menjadi panggung bagi para pelajar di Kudus mengembangkan potensi dan karakter positif sebagai bekal bagi masa depannya. Ikut menjadi bagian dalam berteater, kiranya dapat menjadi salah satu jalan untuk kita semakin berani berjuang meraih cita-cita.


Menjalani proses berteater, artinya juga kita sebenarnya tengah diajak menyadari kemampuan dan kekuatan diri kita. Bahwa kita pasti bisa!


Seperti impian-impian yang bersliweran, jiwa-jiwa yang kuat adalah kita yang tengah berjuang: membuat peluang-peluang, memperbesar kemungkinan, dan membuat mimpi jadi kenyataan. Surrealisme mengajarkan kita akan hal-hal yang sepertinya sulit itu, pada gilirannya bisa kita raih dalam genggaman.Hidup manusia terus bertumbuh dan semakin dewasa. Awalnya hanya melihat dunia di sekelilingnya, kemudian belajar merangkak, belajar berjalan, dan akhirnya melangkah bebas kemana saja. Awalnya kita meniru, kemudian belajar membaca, hingga akhirnya mampu menulis apa saja dengan leluasa.


Kita ingat ketika kita masih kanak-kanak bermain petak-umpet di halaman bersama kawan-kawan. Kita pernah mendengar orangtua kita mendongengkan mitos dan legenda-legenda. Kita pernah memiliki impian menjadi “hero” bagi orang-orang di sekitar kita. Dan seterusnya, dari hari ke hari kita tumbuh dan bertumbuh bersama keluarga dan lingkungan.


Kita tumbuh dan bertumbuh oleh keteladanan orang-orang baik yang kita teladani, yang dikisahkan dan menjadi inspirator kita, dan dilakoni sedikit demi sedikit sebagai pengalaman hidup. Lalu kapan kita bisa melihat kedewasaan seorang manusia?


Teladan, kisah, inspirasi, impian dan pengalaman hidup itu, yang telah kita terima sebagai “bacaan”, oleh manusia dewasa tidak lagi menjadi bacaan. Bacaan itu diterima sebagai “tanda” yang membawa pada pemaknaan-pemaknaan tertentu. Permainan saat kanak-kanak, mitos dan legenda, dongeng dan (bahkan) dogma, sosok idola dan peristiwa-peristiwanya, akan mendapat pemaknaan yang terus disegarkan seiring manusia mengarungi waktunya.


FTP XIV kali ini menghadirkan surrealisme, tidak semata-mata untuk mendekatkan dunia bermain di atas panggung dengan para pelajar di Kudus. Namun yang lebih penting adalah keberanian kita memaknai setiap tanda dan peristiwa yang ada di atas panggung, menyegarkan hidup kita dengan nilai-nilai dan kebaikan kehidupan yang kita petik.

Tafsir Sutradara

Tafsir melahirkan konsep, dari sana konsep diwujudkan dalam bentuk dan gaya yang kemudian peristiwa di atas panggung bersama para aktor. Dengan demikian tafsir atas teks (naskah) menjadi pintu gerbang utama untuk melihat gambaran menyeluruh bagaimana dinamika kehidupan di atas panggung nantinya akan berlangsung.


Siapa penafsir teksnya? Tentu saja semua orang yang terlibat dalam proses penggarapannya dituntut memiliki tafsir atas teks tersebut. Namun tafsir sutradaralah yang kemudian menjadi titik tolak keberangkatannya. Tafsir sutradara atas teks (naskah) menjadi pijakan bagaimana konsep pertunjukan akan berlangsung, kemudian bersama tim akan terus diperkaya (dan dipertajam) di dalam perjalanannya.


Kedalaman pemahaman dan penafsiran sutradara atas teks (naskah) menjadi salah satu faktor penting untuk melihat keberhasilan sebuah pertunjukan teater. Tafsir adalah nafas pertama yang ditiupkan, kemudian lahirlah kehidupan para tokoh dan peristiwa di atas panggung. Sebelum itu, panggung adalah hampa dan tanpa cahaya.

Tafsir Aktor

Aktor juga punya tafsir? Tafsir aktor atas teks (terutama tokoh yang dimainkannya) menjadi daya yang menghidupkan peristiwa di atas panggung. Aktor bukanlah robot. Dengan kebebasan dan kehendak pribadi yang melekat pada diri seorang aktor, ia mampu mengisi jiwa karakter/tokoh yang dimainkannya secara unik dan memikat.


Sutradara memiliki konsep dan rencana atas penciptaan peristiwa-peristiwa, tetapi aktorlah yang kemudian harus menghidupkan setiap peristiwa tokohnya menjadi pengalaman hidup, dengan daya pikat yang khas yang dimiliki aktor.


Oleh karenanya, meskipun memainkan naskah yang sama dan bahkan sutradara yang sama tetapi dimainkan oleh aktor berbeda, pengalaman rasa yang ditawarkan akan berbeda. Inilah aktor: memiliki kemampuan menghidupkan karakter dengan tawaran tafsir, gaya, kekhasan dan daya pikat masing-masing.

Surealisme Panggung Teater Pelajar

Surealisme secara etimologis adalah kenyataan unggul yang melampaui batas logika dan kegunaan. Dengan perkataan lain, surealisme adalah suatu gambaran realitas yang lebih dari sekadar realitas biasa (realitas empiris, aktualitas).


Seperti yang diungkap dalam manifesnya, A. Teeuw dalam bukunya “Tergantung pada Kata” mengatakan bahwa surealisme memberontak belenggu rasionalisme, membebaskan manusia dari belenggu kebudayaan intelektualis dan utilitaris, memulihkan manusia kembali utuh dengan daya vitalitasnya.


Teater mengajak kita untuk kembali menjadikan panggung sebagai “dunia bermain” yang sesungguhnya. Nampaknya tidak terjadi sungguh-sungguh menurut ukuran logika akal, namun terjadi dengan sungguh-sungguh dalam logika angan (mimpi).


Menyaksikan pertunjukan para peserta FTP XIV, kita mendapati adanya relasi yang kuat antara realitas dan mimpi-mimpi yang dihadirkan oleh para pemilik realitas mimpi-mimpi: anak-anak (pelajar) yang merdeka dari belenggu kebudayaan intelektualis dan utilitaris.Hari ini (5/11) pelaksanaan tahap penyisihan FTP XIV merupakan hari terakhir.

Artinya semua peserta FTP, teater pelajar yang berjumlah 41 kelompok, telah menunjukan kebolehannya di atas panggung sejak 28 Oktober yang lalu. Panitia mengucapkan selamat, sekaligus bangga menyaksikan seluruh pertunjukan peserta festival teater pelajar.


Di FTP XIV kali ini, kita melihat kelahiran konsep penyutradaraan yang menarik, meskipun belum optimal dimainkan para aktor. Ada aktor-aktris kuat yang muncul, meskipun belum terdukung oleh aktor/aktris partner sepanggung. Ada gagasan setting, properti, permainan cahaya dan musikal yang memesona, meskipun masih nampak terseok sebagai satu keutuhan pertunjukan. Inilah pencapaian kita, menaiki tangga seni pertunjukan yang semakin berkualitas. Kita tidak pernah belajar jika kita tidak menemui tantangan saat menjalani prosesnya.


Apapun hasil tahap penyisihan, merupakan tahapan pembelajaran yang akan bermakna bagi kita semua. Sebab proses teater yang hari ini kita jalani, sebenarnya adalah semaian untuk kita tuai sebagai kebaikan-kebaikan nilai atas seni pertunjukan, pada saatnya nanti. Selamat dan sukses untuk teater pelajar di Kudus; teater pelajar para juara!

Melihat Tak Sekadar Melihat

MELIHAT tidak sekadar melihat, menyaksikan tidak hanya sekadar menyaksikan, tidak sekadar mendengar juga mendengarkan, tidak sekadar menakar dramaturgi juga berusaha ikut merasakannya, kemudian mencoba menangkap gagasan kreatif yang melandasi panggung. Demikianlah Panitia FTP XIV menugaskan para juri FTP XIV bekerja, mendatangi sekolah dimana pertunjukan berlangsung.
Panitia FTP dalam hal ini Teater Djarum, memberikan kemerdekaan penuh pada kedaulatan dan hak juri untuk memberikan apresiasi, koreksi dan bilamana perlu mengkritisi setiap pertunjukan. Tidak ada tekanan, apalagi pesanan untuk mempengaruhi setiap keputusannya.


“Teater Djarum menjunjung tinggi sportivitas dan sangat menghargai pendapat setiap juri untuk diperdebatkan di dalam memutuskan,” kata juri Idham Ardi seusai sidang juri pada (2/11) Sabtu malam. Lalu lanjutnya, “kami sempat duduk sangat lama untuk membahas beberapa teater pelajar. Kudus memiliki banyak teater pelajar yang berkualitas. FTP seperti menjadi lahan semai bibit-bibit aktor, aktris, penata artistik dan sutradara yang potensial.”


Sementara juri Alfiyanto seusai sidang juri pada Selasa malam (5/11) mengatakan, “gagasan pertunjukan yang diwujudkan dalam pemanggungan: beragam dan kreatif. Dengan naskah pilihan wajib, saya melihat bahwa ini menjadi tantangan kreatif, dan ini telah dijawab oleh para peserta FTP tahun ini.”


“Pelatihan teater seperti yang dilakukan oleh MGMP Bahasa Indonesia SMP Kab. Kudus, dan beberapa pelatihan teater yang dilakukan oleh sekolah secara mandiri, memperkuat kegairahan proses berteater di tengah mereka. Saya sangat merasakan energi ini,” ungkap Alfiyanto.


Idham Ardi dan Alfiyanto mengucapkan terimakasih telah mendapat kepercayaan Teater Djarum untuk melihat langsung bagaimana teater pelajar di Kudus berdinamika. FTP di Kudus ini, yang mengedepankan pembinaan dan pengembangan teater pelajar dapat menjadi contoh yang baik bagi kota-kota lain. “Ekosistem teater pelajar yang dibangun bersama-sama: dinas pendidikan, sekolah, orangtua siswa, praktisi teater dan Teater Djarum.”***

___________________________

Asa Jatmiko, pembina Teater Djarum, penulis lakon, penyair dan sutradara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *