Luka, Keberanian dan Kisah Tubuh “Para Petarung”

Esai: Imam Khanafi LAMPU panggung menyorot lembut ke tirai hitam. Udara di dalam ruangan bercampur antara dingin pendingin udara dan panas antusiasme penonton. Saya berdiri sejenak di barisan pinggir, menyelinap di antara tubuh-tubuh yang menunggu, memotret panggung, merekam sekilas suasana sebelum gelap total menelan ruangan. Lalu denting musik lembut terdengar—tanda dimulainya kisah Para Petarung di Auditorium Universitas Muria…

Para Petarung: Meta Kritik, Buruh, Panggung, dan Cermin Sosial

Esai: Ranang Aji SP Ada banyak cara membicarakan manusia. Ada yang lewat sastra, ada yang lewat statistik, ada yang lewat rapat birokrasi, ada pula yang memilih panggung. “Para Petarung”, lakon garapan Asa Jatmiko —penulis sekaligus sutradara jebolan Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) Yogyakarta— jelas memilih jalur panggung. Ia menampilkan manusia dengan segala luka, kelicikan,…

Berlatih Teater untuk Apa?

Esai: Ranang Aji SP Bebeberapa tahun lalu, sebuah artikel di Kedaulatan Rakyat yang ditulis Halim HD atau Sosiawan Leak (saya lupa) —menyebut teater Jogja sudah mati. Pernyataan itu, tentu bukan sembarangan. Karena pada faktanya memang tak banyak lagi aktivitas teater di Taman Budaya atau tempat lain di Indonesia selama beberapa waktu yang lama. Dan teater…

Hyang Kretek

Esai: Imam Khanafi -sebuah catatan menyambut Hari Kretek 3 Oktober- DI KUDUS, ada sebuah nama yang harum sekaligus menggelegar, meski tak diucapkan dengan doa, ia tetap menempel di dada masyarakatnya: kretek. Bukan sekadar rokok, bukan pula hanya lintingan tembakau bercampur cengkeh. Kretek adalah suara kehidupan. Bunyi “kretek-kretek” dari cengkeh yang terbakar seakan menandai awal suatu peradaban baru di…

Sandilara Mengerang di Kudus

Iniibubudi – Minggu (21/9) Teater Sandilara tampil di RKBBR memainkan lakon “Erang” karya dan sutradara Idham Ardi N. Banyak teman-teman aktivis teater dan pandemen teater menyaksikan pertunjukan ini, bahkan nampak hadir juga teman-teman dari Pemalang, Batang, Semarang, Jepara, Pati, Demak. Para aktor bermain energik, dan beberapa memainkan tidak hanya satu peran, kecuali pemeran Mijah dan…

Lapisan-lapisan Kelam “Para Petarung”

Tinjauan Naskah: Hanindawan LAKON “Para Petarung” karya Asa Jatmiko dibuka dengan kegembiraan para pekerja yang naik ‘jabatan’ dari pekerja borongan menjadi pekerja harian. Para pekerja tidak dibayar berdasar hasil jumlah pekerjaan, tetapi dibayar berdasar dedikasi, loyalitas hingga kepemimpinan. Rasa gembira itu diekspresikan oleh Partiyem dengan mengundang kawan-kawannya agar datang ke rumahnya, untuk berpesta kecil-kecilan. Lakon yang…

Film “Gowok”: Momen Musik Kristal dan Bagian yang (Kurang) Masuk Akal

Esai: Akhmad Idris Kehadiran Gowok dalam deretan film nusantara memang terasa sebagai angin segar—sebagai pengetahuan maupun upaya kesetaraan. Sebagai pengetahuan, film Gowok memerluas kategori pekerja dalam ranah seksualitas: ada yang diperlakukan sebagai ‘guru’ dan ada juga yang diperlakukan sebagai ‘buruh’. Di sisi lain, sebagai upaya kesetaraan, film Gowok tampak jelas ingin menunjukkan upaya-upaya perempuan dalam menentukan dan mewujudkan mimpi. Kendati seperti…

Resiko Sastra Digital

Esai: Djoko Subinarto DUNIA telah berubah secara radikal dalam dua dekade terakhir. Teknologi digital bukan hanya menciptakan cara-cara baru untuk berkomunikasi, tetapi juga mengubah cara manusia mencatat jejak kehidupannya. Di tengah ledakan informasi, sastra menemukan rumah baru yang tak berbentuk berupa ruang siber.  Dulu, tulisan tangan disimpan rapi dalam laci kayu atau lemari arsip. Manuskrip…

Putut Pasopati dan Ingatan yang Ditebar

Esai: Imam Khanafi Di tengah kesibukan arus globalisasi yang terus mendorong seni rupa ke arah pasar dan sensasi, karya Putut Pasopati—seniman asal Pati, Jawa Tengah—hadir sebagai suara lirih yang mengingatkan manusia akan kedekatannya dengan alam dan ingatan masa kecil. Ia tidak menempatkan seni rupa sekadar sebagai objek konsumsi visual, melainkan sebagai artefak pengalaman: jejak-jejak yang lahir dari…

Manusia-manusia Petarung Berwatak Paradoks

Esai: Irwan Jamal “Para Petarung” lakon karya Asa Jatmiko, yang dibawakan dalam pentas keliling empat kota (Surabaya, Bandung, Surakarta, dan Kudus) oleh para karyawan PT Djarum Kudus di tahun 2025 ini,  mengangkat kisah orang-orang kecil yang tidak memiliki nama besar, hanya memiliki mimpi yang begitu sederhana: ingin hidup bahagia. Namun, lakon ini secara tragis menunjukkan bahwa…

Sanusi Pane, Bahasa & Intelektualisme

Esai: Juli Prasetya SANUSI PANE adalah orang pertama yang mendukung usulan Moh. Tabrani untuk menggunakan istilah bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu ketimbang istilah Melayu usulan M. Yamin, dalam Kongres Pemuda I di Batavia. Dan kelak inilah yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia yang kemudian digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia hingga detik ini.  Ia adalah orang pertama…

Skeptisisme Sastra Inferior

Esai: Vito Prasetyo PRAMOEDYA ANANTA TOER pernah menuduh Hamka sebagai karya plagiat pada roman “Tenggelamnya Kapal Van der Wijk”. Roman ini menjiplak Sous les Tilleuls¹ karya Jean-Baptiste Alphonse Karr. Hingga kemudian Hamka mengatakan bahwa ia terpengaruh karya Jean-Baptiste Alphonse Karr beberapa tahun kemudian. Chairil Anwar dikenal pernah melakukan penyaduran atau adaptasi dari karya sastra asing ke dalam…