Penulis kelahiran Pati yang tumbuh dan besar di kota pesisir Jepara, Septiana Wibowo, menerbitkan buku kumpulan Esai berjudul “Bukan Kartini”.
Tulisannya dikumpulkan dengan apik dalam buku “Bukan Kartini“ ini mengajak pembaca untuk mencoba membaca lebih dalam permasalahan keseharian sebagai perempuan. Esai-esainya yang ringan ini mampu menjadi muara pemikiran yang relate dengan kehidupan sehari-hari para pembaca.
Septiana menjelaskan, kumpulan esai ini lahir dari realitas sosial yang ada di tengah perempuan sebagai mahluk sosial.
“Dalam Memento Mori, “Bayangkan Jika Esok Kita Mati”, saya ngulas tentang bagaimana kita bisa berkontribusi dalam kebaikan dan kegiatan yang berdampak positif sehingga bahkan jika esok kita mati, kenangan baik akan tetap mengalir dari orang-orang yang menyayangi,” ungkapnya.
Ajakannya untuk merenungkan bagaimana dunia digital mengambil alih realitas juga dia sampaikan dalam “Usaha Mempercantik Diri” yang berlebihan secara fisik namun bukannya mengupayakan kecantikan batin dan kemajuan kualitas diri.
“Bagi saya, ini merupakan salah satu wujud keprihatinan akan krisis jati diri perempuan Indonesia saat ini, karena bagi saya, perempuan harus berilmu dan punya keahlian untuk mengangkat derajatnya sendiri,” tambahnya.
Judul Buku: Bukan Kartini
Penulis: Septiana Wibowo
Editor/Penyunting: Tsania Laila Magfiroh
Cetakan Pertama: April, 2025
Tebal: viii + 84 Hal
Penerbit: Iniibubudi
ISBN: 978-602-70232-7-7
KDT: Katalog Dalam Terbitan Perpusnas RI
Harga/Eks: Rp.65.000,- (tidak termasuk ongkir)
No. Kontak Pemesanan: 0857-0117-1850
Curahan kecemasan juga muncul di salah satu esai berjudul “Bukan Kartini”. Dimana menuliskan bahwa pengembangan kualitas dan kesadaran belajar sepanjang hayat menjadi hal penting dan utama untuk diupayakan bersama, “dibandingkan perayaan yang hanya dengan sekedar bersolek dan berpakaian ala Kartini lalu mengunggah swafoto di medsos pribadi.”
Ketiga judul esai ini ada di deretan Kumpulan Esai “Bukan Kartini”. Sebuah buku yang ringan untuk dibaca dan perlu dimiliki oleh seorang ibu, bahkan suami, ayah maupun guru.
Untuk diketahui, Septiana Wibowo juga berprofesi sebagai Pengajar Bahasa Inggris dan menulis di beberapa komunitas sastra. Tulisannya baik cerpen maupun puisi telah di muat di beberapa media online maupun cetak. Tulisannya juga telah ada di sejumlah antalogi bersama.
Ini membuktikan bahwa pekerjaan penuh waktu penulis sebagai ibu, ternyata masih membuka ruang-ruang untuk mengkontribusikan banyak keahliannya yang lain. Di sela kesibukannya mengajar, dia masih menyempatkan membangun usaha produksi kaos custom bahkan masih tercatat aktif sebagai Mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Terbuka.***(ak)