Esai: Edy Supratno
LAHIR dan tumbuh di Kudus kulon, kretek kemudian berkembang ke Kudus wetan dan berkembang lagi ke daerah lain, seperti ke Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Sumatera. Pada awal abad ke-20, selama puluhan tahun industri kretek berjalan tanpa campur tangan pemerintah.
Malaise yang terjadi sejak 1929 membuat perekonomian di Hindia Belanda juga terdampak. Industri kretek yang awalnya tidak dilirik kemudian dijadikan sektor yang bakal bisa mendatangkan uang bagi pemerintah melalui cukai. Dipimpin oleh Nitisemito, pengusaha di Kudus melakukan ‘perlawanan’.
Tabakaccijn Ordonnantie
Tabakaccijn Ordonnantie adalah peraturan hukum kolonial yang mengatur tentang pajak atau cukai (accijn) atas tembakau di wilayah Hindia Belanda. Peraturan ini merupakan produk hukum yang digodok antara pemerintah dengan Volksraad. Dari peraturan ini pula kita membuktikan bahwa lembaga perwakilan rakyat itu tidak punya “taring” di hadapan pemerintah ketika menyangkut aspirasi bumiputra.
Kabar rencana pemerintah bakal menerapkan cukai tembakau sudah beredar pada Maret 1932. Pemerintah menyodorkan draf peraturan tersebut ke Volksraad yang terdiri atas 10 Bab yang di dalamnya memuat lebih dari 80 pasal.
Pada bagian awal regulasi ini memuat istilah-istilah umum terkait produk-produk tembakau, perdagangan tembakau, dan sejenisnya. Produk tembakau itu dibagi menjadi beberapa jenis, misalnya cerutu, rokok, dan strootjes. Satu kata yang disebut terakhir ini adalah istilah untuk rokok khas nusantara, olahan tembakau plus rempah.
Beredar kabar pula bahwa jenis strootjes yang di dalamnya ada kretek persentase tarif cukainya lebih rendah dibandingkan dengan cukai rokok. Rokok atau rokok putih adalah istilah untuk rokok yang isinya hanya tembakau.
Melewati perdebatan yang disertai beberapa kali voting, Tabakaccijn Ordonnantie akhirnya disahkan pada Oktober 1932 dan resmi tercatat dalam Lembaran Negara Nomor 517 berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 48 tanggal 17 Oktober 1932. Meski demikian Tabakaccijn Ordonnantie baru akan diberlakukan 16 Desember 1932.
Sikap Pengusaha Kudus
Pembahasan Tabakaccijn Ordonnantie di Volksraad di tengah situasi politik Hindia Belanda yang menghangat setelah Bonifacius Cornelis de Jonge menjabat Gubernur Jenderal. Dia terkenal sebagai gubernur jenderal yang represif terhadap kelompok nasionalis.
Di sisi lain, akibat peristiwa kerusuhan berbau SARA di Kudus pada Oktober 1918, secara politik pemerintah Hindia Belanda masih melabeli negatif bumiputera Kudus. Dalam pembahasan Tabakaccjin Ordonnantie yang di dalamnya mengusung aspirasi pengusaha-pengusaha bumiputera Kudus, stigma itu muncul kembali.
Secara umum tidak ada masalah antara pengusaha Kudus dengan isi Tabakaccijn Ordonnantie. Dari puluhan pasal yang ada, nyaris semua bisa diterima pengusaha kretek Kudus kecuali pasal 10. Pasal ini menyebutkan bahwa tarif cuka 20% berlaku untuk rokok putih dan strootjes. Pasal inilah yang diperjuangkan pengusaha Kudus untuk berubah menjadi 10%.
Perjuangan pengusaha Kudus pun dilakukan secara konstitusional di Volksraad, di tempat penggodokannya. Pengusaha Kudus dibantu oleh Burhanuddin Sabarudin, wartawan nasionalis dari Surabaya. Nitisemito juga bersahabat dengan Husni Thamrin, salah satu anggota Volksraad.
Langkah pertama yang dilakukan kelompok ini adalah mengajukan usulan perubahan draf undang-undang tersebut. Yang mengajukan usulan itu anggota Volksraad, Yo Heng Kam. Anggota Volksraad kemudian voting, hasilnya 41 menerima dan 11 orang menolak. Dengan demikian, usulan Yo Heng Kam sah untuk dibahas.
Tarif Cukai
Terjadi perdebatan sengit di Volksraad. Wiwoho, Saongkoepon, Thamrin, Abdulrasjid, Soeroso, Moetar, Wirjopranoto, Koesoemo Oetojo, dan Iskandar Dinata dan anggota yang nasionalis lainnya berada satu barisan dengan Yo Hem Kam. Mereka mengusulkan antara rokok dan strootjes tarif cukainya dibedakan.
Voting terpaksa dilakukan dan hasil akhirnya, 34 anggota menyetujui amandemen itu, dan 16 anggota menolak. Setelah diamandemen, pasal 10 berbunyi “tarif cukai adalah 20 persen dari harga eceran produk tembakau, kecuali strootjes yang bea cukainya 10 persen.”
Keputusan Volksraad yang memenangkan aspirasi pengusaha kretek Kudus ditolak pemerintah. Mereka tetap pada pendirian awal bahwa cukai 20 persen untuk semua. Jika Volksraad tetap ngotot, pemerintah mengancam akan menggunakan kewenangannya, yaitu menarik dan menyerahkan persoalan tersebut ke Kerajaan Belanda.
Pengusaha kretek Kudus kecewa berat dengan keputusan pemerintah. Nitisemito dan pengusaha Kudus lainnya akhirnya bersikap akan menutup pabrik jika pemerintah ngotot. Ancaman Nitisemito menutup pabrik justru dinilai pemerintah sebagai pihak tidak mempedulikan masyarakat. Penutupan pabrik itu akan membuat masyarakat jadi pengangguran.
Ancaman Nitisemito bukan isapan jempol. Pada 15 Desember 1932, satu hari sebelum diterapkan Tabakaccijn Ordonnantie, dia menggaji karyawannya untuk terakhir kalinya. Nitisemito dan pengusaha Kudus kulon lainnya sepakat menutup pabrik esok harinya. Nitisemito menunjukkan sikap perlawanan dari bumiputera.

Konsep Hari Kretek
Perusahaan Djarum menggelar sarasehan kretek pada 5 Oktober 2024 lalu. Mohamad Sobary, Butet Kartaredjasa, dan sejumlah aktivis kretek hadir. Bahkan, Ruchajat, salah satu cucu Djamhari penemu kretek juga datang. Salah satu yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah gagasan agar kretek punya hari spesial yang bisa diperingati tiap tahunnya.
Konsep hari jadi atau hari yang dispesialkan oleh sebuah entitas banyak variannya. Ada yang berdasarkan hari lahir tokoh, berdasarkan lahirnya organisasi yang membidangi, atau didasarkan pada peristiwa tertentu. Dari sekian tokoh kretek Kudus yang berjasa di awal, tidak ada satu pun yang diketahui secara pasti tanggal lahirnya, termasuk Djamhari dan Nitisemito. Keberanian Nitisemito bersikap terhadap pemerintah kolonial pantas dipertimbangkan untuk dijadikan dasar sebagai Hari Kretek.
_____________________________
Edy Supratno, sejarawan dan Dosen di STAI Syekh Jangkung Pati
Artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul Nitisemito dan Industri Kretek, https://jateng.tribunnews.com/2024/12/23/nitisemito-dan-industri-kretek.