Doa yang Tersesat di Senja Kala

PUISI

Karya: Tjahjono Widarmanto

11/1/2025

SULUK PENYAIR (1)

aksara demi aksara berderap antri datang dan pergi
seperti serdadu menggedor pintu medan perang
dalam sekejap nama-nama yang hidup
berluruhan larut dalam simbol-simbol
kadang seperti gulita yang buta atau
seterang cahaya petir menekan mimpi, hasrat dan pikiran

di luar sana, harapan-harapan disobek oleh kehampaan
: Jangan biarkan aksara-aksara itu khianat!

hari dan kalender menimbun ketakutan
merimbunkan ngeri dihantui putus asa
diancam uap malam yang durjana

kata-kata sekedar mengambang dalam botol
muram dikelilingi kematiannya sendiri
mati yang memanggil-manggil
sebab hidup terlampau lama bertopeng
bopeng berselimut gincu dan parfum





TANAH

tersimpan genap yang gelap
Nuh yang tua itu pun rindu
pada mengur aroma pesisir

setiap pagi di buritan kapal
melambai-lambai pada bayang-bayangnya






KEBUN KATA

kata adalah kebun, di pangkuannya bersemi benih
harapan sekaligus khianat, juga cinta yang dusta!”

kata-kata menjalarkan akarnya mencari pusar
yang konon disingitkan semesta
saling gamit dan menunjuk segala teka-teki dan ramalan

ah, bisakah kata berbenih dalam tubuhku
sakral seperti sabda para nabi atau suluk mantra para resi?

oh, kata-kata yang disabda!
ah, kata-kata yang dinujum!

warna-warna cahaya sekaligus senja menuju buta
memburuku menekan pikiran-pikiran bergelayut
di punggung dan tulang belakang ngalir dalam sum sum
membuat tubuh gemetar dan gigi-gigi goyah
mengejar takjub dan ngeri yang seperti hantu
berderap di frase dan larik-larik






MERATAPI BUNYI

waktu tak sanggup berkelok
begitu lembut dan syahdu melaju
bergegas dengan meneteskan peluh
seperti tetes air mata meratapi usia
menangisi puisi yang dikebiri musim

: di sinilah mereka berbaring
mendelik dalam gelap
menangisi puisi meratapi bunyi






DOA YANG TERSESAT DI SENJA KALA

angin telah lama purba meratap di tembok dan pusara-pusara
tak ada yang sanggup berlutut, semua hanya bersimpuh
di atas reruntuhan kisah-kisah masa lampau
tinggallah doa yang gemetar tersesat di wilayah senja kala!






PUSARA

siapa yang dimuliakan?
segala ihwal sunyi, segala waktu yang luruh
atau musim yang selalu mengulangi subuh?

yang dicatat pada pusara serupa menhir itu
: cuma sekedar kisah yang segera diabai.


--------------------------
TJAHJONO WIDARMANTO
Lahir, 18 april 1969 di Ngawi, Jawa Timur. Menulis esai, artikel, cerpen dan puisi. Beberapa kali menerima penghargaan di bidang kesastraan antara lain, Lima Buku Puisi Terbaik versi Hari Puisi Indonesia 2016, Penghargaan Sastrawan Pendidik 2013 dari Pusat Pembinaan Bahasa, Penghargaan Guru Bahasa dan Sastra Berdedikasi 2014 dari Balai Bahasa Jawa Timur, Penghargaan Seniman Budayawan Berprestasi Jawa Timur 2012, Pemenang Sayembara Menulis Buku Pengayaan Buku Teks kategori Fiksi 2004, 2005, 2007, 2010, dan 2013, LCPI Komunitas Saung 2021, Esai-Esai Terbaik di Sastra Media 2022-2023, Penulis Terbaik Majalah Media Pendidikan Jawa Tmiur 2023, Sepuluh nominasi Buku Sastra Pilihan Tempo 2023.

Buku-bukunya yang telah terbit Bianglala Sastra: Kumpulan Esai Sastra (2024), Suluk Kangen Kanjeng Nabi (2024), Dari Balik Maut Kulirik Cinta (2023), Suluk Pangracutan dari Kampung arwah (2023), Qasidah Langit, Qasidah Bumi (2023), Bersepeda dari Barat ke Utara hingga Tulang Rusukku Tumbuh Bulu (buku puisi, Alang Pustaka:2021), Kitab Ibu dan Kisah-Kisah Hujan (buku puisi, Etankali:2020), Yuk, Nulis Puisi (Diva Press, 2019), Kata dan Bentuk Kata dalam Bahasa Indonesia (2019), Biografi Cinta (buku puisi, CMG:2019), Perbincangan Terakhir dengan Tuan Guru (buku puisi, Basabasi:2018), Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak (buku puisi, Satukata:2016), Pengantar Jurnalistik; Panduan Awal Penulis dan Jurnalis (cet.ke-2, Araska Publisher, 2016), Marxisme dan Sumbangannya Terhadap Teori Sastra (Satukata;2014), Sejarah yang Merambat di Tembok-Tembok Sekolah (buku puisi, Satukata:2014), Mata Air di Karang Rindu (buku puisi, Satukata:2013), Masa Depan Sastra; Mozaik Telaah dan Pengajaran Sastra (kumpulan esai sastra, Satukata:2013), Umayi (buku puisi, satukata:2012), Nasionalisme Sastra (bunga rampai esai sastra:2011), Drama; Pengantar dan Penyutradaraannya (Lingkarsastra Tanah Kapur, 2009), Mata Ibu (buku puisi, 2010), Kidung Cinta Buat Tanah Tanah Air (buku puisi 2007), Kitab Kelahiran (buku puisi, Dewan Kesenian Jatim:2003), Kubur Penyair (buku puisi, Diva Press:2002), dan Di Pusat Pusaran Angin (buku puisi, KSRB;1997). Saat ini menjadi guru di SMAN 2 Ngawi.