Puisi Asa Jatmiko
Kopi Pandan
dia menjauh tak terjangkau sauh
hilang di tengah siang seusai kita senang
senyap gelap kosong kemudian
di kaca masih bayangan sebelum lenyap
dia sendirian sepertimu sehelaian
hidup merambati pembuluh darah sunyi
pandan sehelai kopi hitam teras setaman
aroma pagi cita-cita yang dibangkitkan
di luar itu berjejalan kaki-kaki keserakahan
kalau kita mengungsi bukan karena berlari
dia telah ada menanti di tungku suci
bakaran dosa atas siksa tanggungan diri
Kudus, akhir 2023.
Panggung Hujan
suara riuh sumbang sambang pintu malam
anak itu memanjat sunyi hujan, matanya
menggamit cahaya berkawin suluk mantra
selongsong rapuh dari waktu yang angkuh
membungkus memori untuk seolah ampuh
bungkusan hasil curian yang akhirnya dijual
beringsut dari situ, hujan runcing mematuk
batu-batu panggung becek gagah abu-abu
mengelabui mata yang tersenyum diam
Kudus, akhir 2023.
Liris Lirih
selalu saja kau larang aku menciummu
telapak tangan berdekapan cumbui degub
lihatlah, domba terjerat di semak-semak
langit telah hitam tinta perjanjian Kau aku
bakal terhapus lebatnya krisan dan mawar
memenuhi maya mata, “kita abadi dalam
petualangan dan kenangan.”
dengarlah, bintang timur di usia ketujuh
sebentar lagi berlabuh di tepi harapan
begitu sulitkah menyalakan saklar neon
nyalak anjing dari speaker kecemasan
kita menua, “dalam sembahyang beku.”
Kudus, akhir 2023.
Catena
tak putus bersatu mendaraskan ngilu
mengubah ragu jadi kokoh tugu, anggun
dari kejauhan bersinar memandu nelayan
kau meloncat-loncat dari tebing ke tebing
nahkoda angin yang kerap ubah haluan
namun tak putus, pagar doa lebih baja
lalu nanti, fajar mawar Bunda memancar
“telah diinjaknya kepala ular purba.”
Kudus, akhir 2023.
Puisi-puisi di atas telah dimuat juga di Suara Merdeka Minggu, 7 Januari 2023.