
Festival Teater Pelajar Teater Djarum: Sebuah Panggung Kreativitas Anak Muda yang Kurang Didampingi
ESAI
Oleh: Pipiek Isfianti
11/1/2025


DI TENGAH derasnya arus teknologi dan budaya instan, masih ada ruang di Kudus yang tetap setia memberi tempat bagi ekspresi seni. Festival Teater Pelajar (FTP) yang digelar oleh Teater Djarum yang disuport penuh olah Bakti Budaya Djarum Foundation (BBDF) adalah salah satunya. Setiap tahun, ratusan pelajar dari SMP hingga SMA berbondong-bondong naik ke panggung, bukan sekadar untuk berkompetisi, melainkan juga untuk membuktikan bahwa imajinasi dan kreativitas mereka layak diapresiasi.
Yang menarik, jumlah peserta selalu bertambah. Jika tahun lalu ada 31 kelompok, pada 2024 jumlahnya melonjak menjadi 41. Dan tahun ini bertambah menjadi 42 sekolah. Angka ini bukan sekadar statistik. Ia menandakan betapa besar antusiasme anak muda Kudus terhadap dunia teater. Mereka berani keluar dari rutinitas kelas, menyiapkan naskah, berlatih dialog, merancang kostum, belajar harmonisasi musik, hingga berdebat soal detail panggung—semua dilakukan dengan energi khas pelajar yang penuh semangat.
Lebih dari itu, Festival ini telah menjadi semacam laboratorium karakter. Teater mengajarkan kerja sama, disiplin, keberanian berbicara, dan empati. Di balik sebuah pementasan, ada proses panjang yang menuntut kesabaran sekaligus kekompakan. Dari sinilah nilai-nilai itu tumbuh: bukan hanya bagaimana menjadi aktor yang baik, tapi juga bagaimana menjadi manusia yang bisa bekerja sama dengan orang lain. Ini penting!
Tak heran jika para juri yang datang dari kalangan teater profesional menaruh apresiasi tinggi. Sebut saja (diantaranya) Jose Rizal Manua, Irwan Jamal, Inaya Wahid, Hanindawan, Nano Riantiarno, Ratna Riantiarno, Rangga Riantiarno, atau Dolfry Inda Suri, dan para seniman berskala nasional lainnya. Ada yang menyebut FTP Kudus sudah bertaraf nasional, karena kualitas penampilan para pelajarnya tak kalah dengan panggung besar di kota-kota lain. Bayangkan, anak-anak SMA berani membawakan tema-tema berat dengan kedalaman emosional. Itu bukan hal biasa.
Angkat jempol tinggi-tinggi dan takzim kepada Teater Djarum dan Bakti Budaya Djarum Foundation atas dedikasi dan nafas panjangnya untuk menyelenggarakan kegiatan yang (mungkin) tidak popular bagi kebanyakan kalangan. Malah untuk tahun ini, BBDF untuk lebih meningkatkan skill para pelatih di FTP, mengadakan Lokarya Pelatih Teater Pelajar ( Loka Pijar) selama satu bulan penuh, yang pesertanya adalah para guru SLTP/SLTA di seluruh Kabupaten Kudus. Mereke digembleng selama sebulan penuh mengenai materi Penyutradaraan, Pemeranan dan Artistik oleh para pemateri tingkat nasional. Dengan didampingi para fasilitator, mereka mendapatkan materi dan praktek dari bedah naskah sampai mempresentasikannya di panggung pertunjukkan.
Namun, di balik semua prestasi itu, ada catatan kritis yang tak bisa diabaikan. Hingga kini, Festival sebesar ini, dan sudah berlangsung selama 15 kali, nyaris berjalan dengan dukungan komunitas dan pihak swasta, sementara Pemerintah Daerah—melalui Dinas-Dinas yang seharusnya hadir—terlihat tak terlibat secara optimal.
Dinas Pendidikan, Kemenag, hingga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata semestinya tidak hanya duduk menonton dan hadir saat seremonial pembukaan dan penutupan acara, tetapi juga aktif mendampingi, memfasilitasi, dan memberikan ruang lebih luas bagi pelajar yang ingin berproses dalam seni.
Apalagi, Pemerintah kerap berbicara tentang pentingnya generasi emas dan pembentukan karakter anak bangsa. Ironisnya, ketika ada ruang nyata seperti Festival Teater Pelajar ini—yang jelas-jelas menanamkan nilai kerja sama, keberanian, dan empati—dukungan struktural justru minim. Jika dibiarkan, dikhawatirkan Festival sebesar dan “semulia” ini hanya akan menjadi bunga yang mekar di-“panggung musiman” tanpa kesinambungan.
Akan lebih indah jika tenggang waktu setelah Festival menuju Festival berikutnya, misalnya, Pemerintah Daerah melalui Dinas terkait ikut membuat dan membentuk program lanjutan: pelatihan teater di sekolah intensif, workshop kreatif lintas kabupaten, atau bahkan kolaborasi dengan seniman nasional. Dengan begitu, benih-benih kreativitas yang muncul di FTP tidak sekadar berbunga semusim, tetapi bisa tumbuh menjadi pohon rindang yang memberi teduh bagi dunia seni di Kudus.
Pada akhirnya, Festival Teater Pelajar ini lebih dari sekadar acara tahunan. Ia adalah perayaan ide, imajinasi, dan mimpi anak-anak muda Kudus.
Di panggung kecil itu, kita bisa melihat masa depan: generasi yang bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi juga peka, kreatif, dan punya keberanian untuk bicara lewat seni. Yang kita tunggu sekarang adalah keberanian Pemerintah Daerah untuk benar-benar hadir, bukan hanya dalam slogan, tetapi dalam tindakan nyata mendampingi mereka. Menjadikan Kudus Sehat luar-dalam.(*)
--------------------------
PIPIEK ISFIANTI
Penulis adalah pekerja teater di Keluarga Segitiga Teater Kudus, Aktris Terbaik Festival Teater Mahasiswa 1994, salah satu Fasilitator Loka Pijar FTP Djarum 2025, tinggal di Kudus.


