Monolog: Zoex Zabidi
: ramadhani khaff
…… aku sekarat, di sini
rindu menyiksaku dengan keji

PROLOG
Panggung gelap. Layar putih memunculkan gambar- gambar. Tatap mata. Senyum. Genggaman tangan. Gelap. Dan sunyi. Mengalun lagu. Kasmaran. Nada yang menyentuh jiwa, menyayat dan perih. Lelaki itu terlelap dalam tidur. Namun, pelan tidurnya mulai tak lagi nikmat. Mimpi-mimpi itu datang, meneror dan menyergapnya dari segala arah. la meronta, ia bergerak dengan tak terkenali. Selimut yang membungkus tubuhnya seolah menjelma mimpi-mimpi yang membelitnya. Dan sedetik kemudian ia pun berteriak. Peluh dan napas tersengal memeluknya.
Juliet !
#1
Lelaki itu duduk termenung di depan cermin. Menatap dirinya. Sesekali tangannya bergerak pelan,mengusap raut mukanya. Sejenak raut mukanya mengeras. Geram, marah dan benci berkecamuk.
la meledak.
Juliet!
Lelaki itu terduduk di kursi. Diambilnya sebatang rokok. Dinikmatinya aroma tembakau, lalu ia pun mulai menyulut dan menikmati rokok itu. Sekali dua tarikan sembari dinikmatinya hembusan asap yang keluar lewat hidung dan sela bibirnya.
Kau menang Juliet.
Kau tahu aku tak mampu membencimu.
Meski pisau yang terhunus ditanganmu menghunjam berulang-ulang, aku tetap tak mampu dan tak punya nyali untuk membencimu, seolah setiap tikaman yang kau hunjamkan ke tubuhku adalah ledakan cinta dan kasih sayangmu yang tumbuh di hatiku.
#2
Lelaki itu berdiri mematung pada sebuah kanvas kosong. Dipandanginya kanvas kosong itu.
Sesekali ia memegang koleksi cat lukisnya, sesekali ia memilah dan memilih kuas lukisnya, sejenak timbul niatnya untuk mencoba menggoreskan kuas lukisnya ke kanvas, namun sejenak ia pun diam. Diletakkannya kuas itu. Lalu ia berjalan dan terduduk di sudut ruang.
Apa yang bisa kulakukan tanpamu.
#3
Layar putih memunculkan gambar-gambar. Tatap mata. Senyum. Genggaman tangan. Gelap, dan sunyi.
Kau tahu, betapa cintaku padamu telah mengakar dan merampas seluruh hidupku. Segala tentang diriku tak ada yang tak kau tahu. Lekuk liuk tubuhku telah sempurna kau miliki, bahkan mimpi-mimpiku pun telah sempurna kau eja. Tak ada lagi yang tersisa.
Juliet, apa yang terjadi denganmu ? Berapa purnama lagi aku harus menunggumu.
Bagaimana mungkin kemesraan itu sirna begitu saja. Bukankah kau tahu, ikrar kasih kita adalah bersama selamanya. Menjagamu dalam segala suka duka, begitu pula kamu, untuk bersama saling memiliki seutuhnya, selamanya, setan apa yang telah membuatmu lupa segalanya ?
#4
Layar putih memunculkan gambar-gambar. Tatap mata. Senyum. Genggaman tangan. Gelap, dan sunyi.
Mengenangkanmu adalah mengenangkan saat kali pertama bertemu. Saat itu malam belumlah larut benar. Kita bertemu di sudut kedai kopi, dimana lewat seorang teman, kau mengharapku datang.
Jika ada waktu, bisa datang malam ini di kedai kopi Cempakasari ? Kata temanku. Kau bisa membantuku menyelesaikan pekerjaan yang tak bisa kukerjakan ? Katamu saat itu. Baiklah, setelah pukul sembilan kita bertemu, jawabku. Dan entah kenapa aku begitu yakin bisa menemuimu, sementara aku berpuluh kilometer darimu. Entah setan atau malaikat, seolah keduanya bersekutu dan membujukku untuk segera melaju menyusuri jalanan lengang bergerak menujumu. Lampu kotamu berpendar, musik yang mengalun pelan seolah menyambut kedatanganku di kedai kopi yang kau janjikan. Tak ada kata, hanya tatap mata dan senyum ceria yang memancar dari paras teduhmu. Terima kasih sudah mau datang, maaf jika merepotkanmu, katamu sembari menggenggam erat tanganku. Tanganmu dingin. Ah tak apa, bukankah kotamu memang menawarkan dingin yang menusuk tulang, elakku. Ah jika kau tahu, aku melaju dan
berpacu berpuluh kilometer menembus malam, menyibak angin yang menampar-nampar hanya untuk menemuimu. Sesaat kita sama-sama terdiam, kau terdiam, aku terdiam. Hanya tatap mata dan senyum menggoda yang memainkan suasana. Berjam-jam kemudian waktu kita habiskan serangkum cerita, beragam nuansa mengalir mengakrabkan kita hingga tanpa kita sadari kita tak lagi berjarak.
Setan mana yang telah merampas semua itu?
#5
Layar putih memunculkan gambar-gambar. Tatap mata. Senyum. Genggaman tangan. Gelap, dan sunyi.
Lelaki itu menggoreskan kuas ke kanvas dengan semangat.Sebuah energi muncul. Goresan kuasnya tegas tanpa henti. Seperti kesetanan ia menggoreskan kuas. Terus dan terus!
Juliet !
EPILOG
Panggung gelap. Layar putih memunculkan gambar- gambar. Tatap mata. Senyum. Genggaman tangan. Gelap, dan sunyi. Mengalun lagu, kasmaran. Nada yang menyentuh jiwa, menyayat dan perih. Lelaki itu terlelap dalam tidur, namun pelan tidurnya mulai tak lagi nikmat. Mimpi-mimpi itu datang, meneror dan menyergapnya dari segala arah. la meronta, ia bergerak dengan tak terkenali, selimut yang membungkus tubuhnya seolah menjelma mimpi-mimpi yang membelitnya. Peluh dan napas tersengal memeluknya. Ditatapnya kanvas disudut, sebuah potret seorang wanita.
Hari ini tak ada kata cinta
Semua telah menjelma luka Kata-kata telah bersekutu Memerih makna
Hari ini
Aku kremasi kata-kata Agar tak lagi menjelma Tanya atas tanya
Hari ini aku ingin menjelma Dari ada menjadi tiada!
Lampu padam seketika.
___________________________

Zoex Zabidi
Penulis lakon, aktor, sutradara tinggal di Semarang.