Pohon Lail Beranting Cahaya

Puisi-puisi: Tjahjono Widarmanto

Pohon Lail Beranting Cahaya

Lail adalah ruang rindu yang lahir dari rahim sunyi
tumbuh dari benih-benih waktu selalu rindu pada gelap yang bening
gulita menyimpan kunci-kunci pembuka arasy langit
benjana doa-doa mengepul melintasi lengkung cakrawala

Lail adalah ruang rindu yang subur bagi tunas-tunas
pohon-pohon mahabbah  kelak akan beranting cahaya
cahaya seribu kunang, seribu pelangi, seribu matahari,
cahaya maha cahaya, benderang melesat melintasi segenap mata angin
menempuh segala musim, mengarungi seluruh samudera, telusuri semua lembah bukit
sahara dan savanna yang semua akan disepuh cahaya, segala maha cahaya

Pohon lail yang penuh doa-doa melangit
meruncing seperti tajamnya rindu
Pohon lail beranting cahaya
mercu suar bagi hati murung
melaut ke arus ombak
kangen pada pesisir yang dijanjikan.

Pohon lail, pohon lail,
beranting cahaya, berdaun doa
tumbuh dari rahim waktu sunyi yang nun

Nur, nur pohon lail adalah rindu
pada rumah-rumah cahaya
menerangi atlas peta 
tempat segala  perjalanan
menuju peluk rindu!

2025






Cinta Berkhalwat dalam Rongga Dada

cintaMu mengupasku seperti buah pir
tubuhku putih terbuka, dadaku terkelupas
maka, cintaMu berkhalwat dalam rongganya
: bersama ribuan kunang-kunang, warna-warna pelangi,
     dan kembang-kembang mekar 
        bersama semerbak aromanya

“Lihat-lihatlah Kekasih, aku lupa bgaimana rasa derita,
aku lupakan pula segala nyeri duka
juga kuabai kengan-kenangan suka pesta pora,
yang kurasa, yang kini kurasa
: duh, duh, cuma cahaya rindu dan tresna!”

Ngawi juli 2025






Jalan Sunyi Jalan Rindu

Ada yang melambai sambil berseru:
Mari ke mari, ini jalan itu!”

Aku pun tersungkur dan tersedu:
Ah, inilah pintu menuju ruang pikun
tempat usia termangu di sisa waktu!”

Tetap saja ada yang melambai dan berseru:
Ayo, ayolah ini jalan bagi mereka yang rindu!”

Ah, itu jalan, 
; jalan benar-benar sunyi

2025







Ia Selalu Mengingatnya

Ia selalu mengingatnya
seperti membaca kitab-kitab keramat
yang wingit dan singit
seperti pintu-pintu terbuka
menuju masa depan sekaligus
lorong-lorong masa silam
yang didaraskan melalui
lantunan-lantunan puisi suci

Gumamnya berdengung di ceruk-ceruk sunyi
serta jika saatnya tiba nanti; entah kapan
candikala mengecupnya mesra
ranting-ranting di pematang-pematang leluhur

Saat itulah, kota segera berselimut malam
orang-orang sepuh akan exodus
hanya pada dua arah pilihan:
barat atau utara!

Ia pun akan selalu mengingat
dan kembali mengenangnya
tentang orang-orang yang gemetar
menampung embun di cawan-cawan kristal
lantas bergumam memandang malam meratap pucat

2025







Perahu Batu

tahun-tahun memanjang. usia muler-mungkret. rambutku menjulur
seperti rel-rel kereta api berkelok-kelok. menikung-nikung. mengaruskan
riwayat-riwayat kelak akan diabadikan oleh kopi dalam cangkir
dihirup kalender. pelan-pelan

ada gaung di masa lalu
saat kupu-kupu 
mengkhianati kepompongnya

yang lepas itu: jarak!
garis patah-patah seperti batang kayu
di ayun arus bersama ikan-ikan
memburu jejak hilir

bilangan-bilangan susut
menemani usia yang lebih suka
beringsut surut
di senja tanpa sujud

arus itu kandas di mana?

beku pun tak tahu
saat semua sisipus
menebak ke mana akan dilabuhkan perahu batu!

———————-

Tjahjono Widarmanto

Penyair tinggal di Ngawi. Karya-karyanya tersiar di berbagai media. Buku puisinya di antaranya adalah Suluk Kangen Kanjeng Nabi (2024), Suluk Pangracutan dari Kampung Arwah (2023), Kasidah Langit Kasidah Bumi (2023). Percakapan Tan dan Riwayat Kuldi Para Pemuja Sajak (2016). dll.


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *