
Semua Bermula dari Collected Ficciones Of Jorge Luis Borges
CERPEN
Karya: Ilham Wahyudi
11/1/2025


AKAN aku berikan sebuah kitab dahsyat, bahkan Ranang Aji SP sampai menulis dengan gayanya. Jangan sampai lupa menyimpannya dalam kotak yang suci—setiap hari, pagi dan malam harus selalu ada dupa cendana yang mengepul. Jangan dibaca, biar kau tetap tidak tahu! Avenue Montaigne, Paris 1576. Seseorang dari abad 16 mengirim pesan kepadaku. Entah apa alasannya pesan itu dia kirim. Namun yang jelas, sesaat kemudian dia kembali mengirimkan pesan berisi sebuah buku dengan format pdf yang berjudul Collected Ficciones Of Jorge Luis Borges terjemahan Andrew Hurley.
Seminggu setelah pesan aneh itu, aku memberanikan diri membuka buku tersebut. Aku kaget, ternyata buku itu terdiri dari 1246 halaman yang memuat karya-karya fiksi Jorge Luis Borges. Namun, bagaimana ceritanya buku yang dibuat setelah kematian Borges (1986) bisa dikirim dari abad 16? Apakah dia mampu melintasi waktu? Lantas, siapa pula Ranang Aji SP itu?
***
1/
Namaku Mahli Rum. Tepat setelah Lothar Matthaus mengangkat tropi Piala Dunia kali ke- 3 bagi Jerman (Jerman Barat), di Stadion Olimpiade Roma, aku menangis atas keberhasilanku melewati liang kehidupan. Bapakku tergesa-gesa masuk demi melihatku dan kemudian mengazankanku. Saat proses persalinanku, bapakku tidak mendampingi ibuku. Suatu kali jelang usiaku 10 tahun ibuku berkata, “Bapakmu itu penakut. Jangankan mau menemaniku melahirkan, jari tangannya berdarah terkena pisau dia nyaris pingsan.” Seraya tertawa ibuku menceritakan perihal bapakku. Sebulan setelah ibuku bercerita, Mei tahun 2000 Presiden Gusdur mulai diterpa isu Buloggate dan Bruneigate, bapakku meninggal dunia. Ibuku yang mutlak hanya ibu rumah tangga kaget bukan kepalang. Sebab, selain bapakku tak memiliki tabungan sebagai warisan, ibuku yang tak tamat SMA terpaksa bekerja sebagai juru masak di sebuah restoran.
2/
Tahun 1998, ketika kerusuhan merambat ke berbagai daerah di tanah air, bapakku yang sedang mengayuh becak dayung melihat seorang wanita keturunan mau diperkosa tiga orang pemuda di sebuah lorong sepi. Buru-buru bapakku turun dari becaknya. Namun ketika melihat badan pemuda-pemuda itu senyata lebih berotot, bapakku berpikir ulang melanjutkan langkahnya mendekati tiga pemuda itu. Untung bapakku tak berputus asa. Entah ide dari mana, tiba-tiba dia berteriak, “Polisi! Polisi! Cepat kabur!”
Bersebab (mungkin) pemuda-pemuda itu bukanlah orang jahat, spontan mereka serentak kabur. Melihat kenyataan itu, bapakku sigap membantu wanita tersebut dan kemudian membawanya ke kantor polisi. Setelah beberapa jam diinterogasi, bapakku pulang ke rumah dengan tangan dan kaki yang bergetar. Dan ketika bapakku menceritakan semuanya, barulah aku tahu kalau itu bukan lantaran shock setelah menyelamatkan wanita tersebut, melainkan karena dia takut diintrogerasi polisi yang beberapa kali sempat membentaknya. “Lain kali jangan sok jadi pahlawan. Pikirkan anak dan istrimu! Kalau kau kenapa-kenapa, bagaimana nasib kami?” kata ibuku. Bapakku diam saja tak menjawab repet ibuku.
3/
Setamat sekolah menengah atas, aku yang memutuskan tidak berkuliah membuat sebuah grup musik bersama teman sekolahku: Ilham dan Wahyudi. Kami bertiga sepakat memberi nama grup kami dengan nama Lithium. Nama itu kami comot bulat-bulat dari salah satu judul lagu Nirvana dalam album Nevermind. Bagi kami, lagu itu penuh makna. Sebab suatu kali kami mendengar Kurt Cobain (pencipta lagu Lithium dan pentolan Nirvana) berkisah tentang lagu itu dalam sebuah wawancara. Katanya, “Lagu itu tentang seorang pria yang kehilangan pacarnya. Sejujurnya saya tidak tahu apa yang menyebabkan pacarnya meninggal—tapi katakan saja karena AIDS atau kecelakaan mobil atau semacamnya—dan dia terus melamun seperti orang gila sampai pada akhirnya seseorang membawanya ke gereja yang kemudian membuatnya beralih kepada agama sebagai jalan terakhirnya untuk tetap hidup. Menurutku itu baik, setidaknya untuk mencegahnya bunuh diri.”
(--)
Suatu hari di bulan Agustus 2006, aku, Ilham, dan Wahyudi memainkan gagang sapu dan pena menjadi seolah alat musik. Layaknya super star, kami berjingkrak-jingkrak dan berteriak di kelas ketika teman-teman kami sedang mengikuti perlombaan tujuh belasan di lapangan sekolah. Gemuruh teriakan kami sampai juga ke telinga teman-teman kami. Penasaran dengan suara yang kami semburkan, beberapa dari mereka mencari muara suara yang mereka dengar. Dan ketika mereka menemukan kami sedang mabuk dengan khayalan di dalam kelas, serentak mereka berteriak, “Gila!!!”
4/
Akhir Desember 2019, di sebuah laman sastra aku membaca sebuah cerpen yang berjudul Catatan Seorang Veteran1, karya seorang sastrawan terkenal yang kemudian hari aku ketahui adalah orang pertama yang memperkenalkan teknik fraksionasi dalam menulis cerpen. Awalnya aku ingin mencari artikel tentang veteran perang sebagai bahan untuk membuat lagu. Jujur, sejak aku membentuk grup musik beraliran Grunge, aku ingin sekali membuat lagu yang bercerita tentang seorang veteran. Sebab menurut penuturan ibuku, kakekku adalah seorang veteran perang kemerdekaan. Akan tetapi bukan lagu yang tercipta setelah aku membaca cerpen itu. Melainkan entah bagaimana ceritanya, mendadak aku tiba-tiba saja berpikir ingin menjadi seorang penulis cerpen.
5/
Bila di rumah, bapakku jarang berbicara denganku. Setiap pulang dari menarik becak wajahnya selalu tampak lelah dan menyedihkan. Dia tampak seperti baru bertarung dengan hal-hal yang menakutkan dan berbahaya di luar sana. Oleh sebab itu, aku yang saat itu sudah mulai bersekolah jatuh kasihan setiap kali ingin menjulurkan pertanyaan-pertayaan kepadanya: sepertinya tak pantas bila membebaninya lagi dengan pertanyaan-pertanyaanku. Maka yang sering aku lakukan adalah mendekatinya dan kemudian duduk di bawah kakinya seraya memijat kakinya yang kurus tanpa sehelai pun bulu. Dan bapakku biasanya hanya diam menikmati pijatanku yang acap pula membuatnya tertidur. Pernah suatu kali ketika bapakku baru pulang dan hujan di luar seperti raung sound lagu Territorial Pissings, bapakku tiba-tiba saja bertanya, “Mahli, apa cita-citamu kalau sudah besar?” Terkejut ditanya soal cita-cita, spontan aku menjawab, “Tukang becak, Pak!” Bukan hanya bapakku, ibuku yang sedang menggoreng bakwan di dapur pun meledak tawanya mendengar jawabanku.
6/
Di bulan November 2024, usahaku menembus media berskala nasional akhirnya membuahkan hasil. Cerpen dengan judul Kursi Sofa Tuan Bokalince-2 yang adalah cerpen ke- 83 aku tulis sejak membubarkan grup musikku dan banting kemudi menjadi penulis cerpen, berhasil memikat hati redaktur sastra yang terkenal sangat ketat meloloskan karya penulis pemula sepertiku. Aku senang bukan kepalang. Semua nomor kontak di ponsel pintarku aku kirimkan linkcerpenku. Ada yang mengucapkan selamat seraya memujiku, tapi ada juga yang mencemoohku dan membalas pesanku, “Kalau aku redakturnya, tidak akan aku loloskan cerpen macam itu!”
7/
Malam Jumat sehabis latihan musik di rumah Ilham; saat sedang asyik-asyiknya mengobrol, pacarku Amelia Tan datang, dan tanpa sebab musabab yang jelas mendadak memutuskan hubungan kami. Aku yang sedang semangat-semangatnya ingin membuat demo lagu pertama grup musikku, lemas tak bertenaga bagai orang yang baru sadar setelah kesurupan ketika menerima kenyaatan itu. Seminggu kemudian aku memberanikan diri datang ke rumahnya di daerah Asia Mega Mas. Syukur ia masih mau keluar menemuiku dengan mengenakan rok lebar yang berlapis, berenda, berpita, serta berbenang emas dan perak sebagai hiasan. Persis busana wanita abad 16. Dadaku bergemuruh melihatnya, tapi pertanyaan tentang hubungan kami jauh lebih porak-poranda di dadaku. Dan aku pun bertanya, “Kenapa tiba-tiba, Amelia?” Ia diam tak menjawab meski lebih 10 kali aku ulang pertanyaanku. Putus asa, aku putuskan meninggalkan rumahnya. Namun saat kaki mau aku langkahkan, ia berkata, “Kembalilah kalau sudah sukses, Mahli! Tapi percayalah, bermusik takkan membuatmu sukses!”
8/
Bapakku yang tukang becak itu sering membawaku dan ibuku berkeliling di daerah Asia Mega Mas. Setiap malam minggu, daerah yang mayoritas dihuni warga keturunan itu, selalu ada pasar malam. Mulai dari aneka jajanan pasar, ragam makanan khas Sumatra, perabotan rumah tangga, sampai pedagang mainan keliling acap membuka lapak. Ibuku selalu meminta bapakku membelikannya kue putu dan kue mayam yang ditaburi parutan kelapa serta gula pasir putih. Sedangkan aku, apalagi kalau tidak minta dibelikan mainan. Namun bapakku, duh, bapakku yang baik, dia selalu pandai menyembunyikan seleranya. Sehingga tidak pernah satu kali pun bapakku membeli sesuatu di pasar malam. Dan aku, sungguh tak pernah pula bertanya kenapa dia seperti itu. Setiap hening yang dia terbitkan seolah cukup menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku.
9/
Sepucuk surat beramplop warna cokelat.
10/
Bagaimana caranya aku bisa menjadi seorang penulis cerpen terkenal kalau teknik dan materi cerpenku selalu bercerita hal yang umum diceritakan banyak cerpenis yang lebih beken ketimbang diriku. Sudah satu bulan pikiran itu menghantuiku. Sehingga aku pun menjadi malas menulis dan lebih sering tidur-tiduran. Sementara itu tabunganku sudah pula menyentuh lantai nihil. Bersamaan dengan semua itu, bayangan wajah Amelia Tan pun tak berhenti menerorku. Aku putus asa!
(++)
Sore pukul lima, selepas Tahun Baru 2025, aku terbangun setelah mimpi buruk. Tubuhku kuyup diselimuti keringat. Ketika sudah sebenar sadar, aku mendengar suara aneh berbisik di telingaku. Suara itu memintaku melakukan sesuatu yang akan membebaskanku dari semua beban masalah yang menghimpitku. Aku tersenyum mempertimbangkannya.
***
Kisah yang sedang Anda baca ini adalah kisah mantan pacarku yang aku tuliskan kembali dengan payah susah setelah sebelumnya, seminggu selepas kematiannya, aku sengaja datang menjenguk ibunya dan bermaksud ingin membesarkan hati ibunya, tiba-tiba diberikan sepucuk surat beramplop warna cokelat, “Ambillah! Ibu pikir, kamu adalah orang satu-satunya yang berhak memiliki surat ini!”
2025
Cerpen karya Ranang Aji SP yang diterbitkan Koran Tempo
Cerpen karya Ilham Wahyudi yang diterbitkan Koran Tempo
Cerpen ini menggunakan teknik fraksionasi, memecah kesatuan utuh menjadi fragmen-fragmen yang tetap terhubung.
--------------------------
ILHAM WAHYUDI
Lahir di Medan, Sumatera Utara. Ia seorang juru antar makanan di DapurIBU, seorang Fuqara di Amirat Sumatera Timur, dan anggota baru di Kede Sastra, sebuah komunitas yang bergerak di bidang sastra yang didirikan oleh lima sastrawan dengan semangat untuk mengembangkan dan membentuk identitas sastra Indonesia. Buku puisinya berjudul "Dari Senin ke Ahad".


